"Dulu kami bertani karena turun-temurun, tapi tidak tahu ilmunya. Sekarang saya tahu cara memilih bibit yang tepat, cara memangkas, bahkan mengelola keuangan hasil panen. Hidup kami berubah," kata Junaidi.
Keberadaan FSC juga memberi harapan baru bagi regenerasi petani. Banyak anak muda di kawasan Berastagi dan sekitarnya yang mulai kembali tertarik mengelola kebun kopi karena melihat pertanian kini punya masa depan cerah. Dengan adanya fasilitas belajar yang modern dan pendekatan yang memanusiakan, profesi petani tidak lagi dianggap rendah.
Bagi Starbucks, FSC bukan sekadar bentuk Corporate Social Responsibility (CSR), tetapi bagian dari filosofi bisnis yang menjadikan kesejahteraan petani sebagai fondasi kualitas produk. Menurut Anthony Cottan, Starbucks berencana memperluas model FSC ke wilayah lain seperti Toraja dan Flores dalam beberapa tahun ke depan.
"Kami tidak bisa menjalankan bisnis yang berkelanjutan tanpa memastikan para petani kami juga berkelanjutan. FSC Berastagi adalah wujud nyata bahwa kopi yang baik dimulai dari niat baik," pungkas Anthony.
FSC Berastagi kini berdiri sebagai simbol kolaborasi global-lokal yang berhasil. Dengan dukungan tokoh seperti Surip Mawardi, petani kopi Indonesia tidak lagi hanya menjadi pemasok, melainkan mitra sejajar dalam rantai nilai dunia. Di balik setiap cangkir kopi yang kita nikmati, ada cerita pemberdayaan, pengetahuan, dan harapan yang tumbuh dari tanah Sumatra.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI