Mohon tunggu...
Marta Anggit Linuhur
Marta Anggit Linuhur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Halo! Aku seorang mahasiswi semester 5 di salah satu perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Aku sedang mengemban ilmu pada program studi ekonomi. Nice to meet you!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Penggunaan Batu Bara: Untung atau Buntung?

15 Desember 2021   23:06 Diperbarui: 15 Desember 2021   23:07 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemerintah Indonesia terus menggunakan sumber daya yang ada baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, salah satunya adalah batu bara. Batu bara adalah batuan yang memiliki kandungan unsur kimia yang memiliki bentuk solid, rapuh, memiliki warna coklat hingga hitam, dan terbentuk karena ada aktivitas fisik maupun kimia pada tumbuhan (Irwandy, 2014). Penggunaan batu bara bermula pada tahun 1845 di mana terdapat pedagang dari Inggris yang tergabung di perusahaan George Peacock (G.P.) King yang sedang beroperasi di Samarinda, Kalimantan Timur. Awalnya pedagang tersebut meneliti keadaan tanah yang  ada di dekat sungai Mahakam dan akhirnya menemukan batu bara tersebut. Keberadaan batu bara dan harganya yang tergolong murah dibanding sumber daya lainnya sering dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai sumber tenaga pembangkit listrik (PLTU), industri produksi baja, bahan bakar cair, dan industri produksi semen.

Tambang batu bara di Indonesia hampir tersebar di seluruh berbagai daerah seperti Sumatera (Ombilin, Sawah Lunto, dan Aceh), Kalimantan (Samarinda, Kota Baru, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah), Papua (Klamono). Banyaknya jumlah batu bara dan tingginya permintaan baik ekspor maupun impor mendorong kegiatan pertambangan baru bara semakin mengalami peningkatan. Berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik dapat diketahui bahwa selama kurun waktu 2017, 2018, dan 2019 tingkat konsumsi ekspor batu bara mengalami peningkatan sehingga mendorong peningkatan juga pada produksi batu bara di tiap daerah di Indonesia. Peningkatan ekspor maupun produksi tersebut berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi seperti pada tahun 2017 batu bara menyumbang keuntungan bagi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 40,6 triliun (Tempo, 2017).

Meskipun mendorong peningkatan pada pertumbuhan ekonomi khususnya pada sektor batu bara dan mineral namun terdapat dampak kerusakan akibat penambangan dan penggunaan batu bara sendiri di antaranya angka kematian dan penyakit akibat polusi batu bara, angka kematian Indonesia akibat penambangan batu bara dan minyak sebesar 123.753 jiwa apabila Indonesia tidak dapat menurunkan penggunaan dan polusi batu bara maka diprediksi angka kematian akan mengalami peningkatan. Selain itu menurut Hasil Penelitian Harvard yang dilansir oleh Greenpeace (2015) menyebutkan bahwa polusi udara merupakan pembunuh senyap. Kedua, mendorong perubahan iklim (climate change) karena batu bara menghasilkan emisi Carbon Dioksida (CO2) yang masuk dalam golongan Emisi Gas Rumah Kaca. Emisi tersebut mendorong peningkatan perubah iklim karena dapat merusak lapisan ozon yang semakin menipis. Ketiga, limbah batu bara sangat berdampak pada lingkungan dan mendorong peningkatan biaya. Salah satu kasus limbah operasional bara terhadap kawasan perairan adalah kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang. Pembangunan PLTU tersebut berada di kawasan perairan yang memiliki potensi ikan paling produktif di Pantai Utara Jawa. Aksi penolakan tersebut dilakukan oleh Paguyuban Ujugnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban (UKPWR). Selain karena pembangunan di kawasan perairan produktif, aksi penolakan tersebut juga didorong karena banyaknya kerusakan akibat kapal tongkang batu bara, bongkahan batu bara yang berada di dalam ikan, dan air menjadi memiliki kandungan racun akibat baru bara sehingga tak layak konsumsi, para nelayan juga harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi karena harus mencari ikan di daerah yang lebih jauh.

Penggunaan batu bara saat ini masih menjadi primadona khususnya bagi negara-negara yang beranggapan bahwa tidak ada energi lain yang dapat menggantikan batu bara atau mungkin belum menemukan alternatif lainnya namun peningkatan penggunaan batu bara jika tidak segera dikurangi maka akan mendorong dampak yang lebih besar bukan hanya dari segi perekonomian atau keuntungan namun juga pada segi kualitas manusia dan lingkungan. Jika ditanya apakah batu bara untung atau tidak maka jawabannya adalah untung bagi perusahaan dan rugi bagi lingkungan dan masyarakat. Agar manfaat batu bara dapat diterima oleh 3 lapisan (People, Profit, dan Planet) sekaligus maka pemerintah perlu melakukan berbagai upaya agar penggunaan batu bara dapat dikurangi bahkan dapat dihentikan. Jika pemerintah mau mengeluarkan dana yang cukup besar untuk energi alternatif misalnya dengan tenaga surya atau tenaga air maka pemerintah juga akan mendapat keuntungan yang lebih besar meskipun bukan di masa sekarang namun di masa depan. Selain mengubah batu bara menjadi energi alternatif terbarukan lainnya, pemerintah harus menetapkan regulasi dan mempraktikkannya secara tegas. Penggunaan batu bara bukan hanya perihal keuntungan namun juga perihal kerusakan pada sektor lain. Bagi masyarakat umum jika harus berunjuk rasa tidak memungkinkan maka dapat menggunakan listrik secara bijak karena listrik Indonesia banyak yang menggunakan tenaga uap dari batu bara atau mungkin dengan mengurangi jejak karbon dan emisi lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun