Mohon tunggu...
marsya martia
marsya martia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merajut Benang Damai dan Toleransi di Tengah Keberagaman Indonesia

24 Maret 2019   03:10 Diperbarui: 24 Maret 2019   03:47 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimanapun Indonesia dibangun dengan landasan Pancasila dan UUD 1945 yang memberikan jaminan perlindungan terhadap semua warga negara dalam berkehidupan. Pancasila juga hadir tentunya dalam menjelaskan eksistensinya untuk menghargai perbedaan yang ada di masyarakat. Perilaku intoleran ini tentunya lahir dari penolakan dan ketakutan serta atas ketidakpahaman seseorang dalam menyikapi keberagaman ataupun perbedaan yang hadir di masyarakat. Ketidakpahaman atas keberagaman tersebut membawa individu tersebut untuk bersikap arogan, intoleran, dan melebihkan individu tersebut ataupun kelompoknya. Maka dari itu, diperlukan pendidikan yang mengajarkan individu untuk menjadi warga negara yang memiliki pandangan terbuka dan menghargai perbedaan yang ada. Pendidikan ini sudah seharusnya ditanamkan sejak dini, karena jika tidak, bibit intoleransi bisa tertanam dan tentunya hal tersebut bisa membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peran keluarga, sekolah, pemukau agama dan pemerintah sangatlah penting dan dibutuhkan untuk menghadirkan rasa toleransi agar bibit perilaku intoleran tersebut tidak muncul dalam benak individu tersebut.

Pendidikan Multikultural Untuk Kebaikan Bersama

Keluarga, terutama orang tua, sangatlah berperan dalam proses sosialisasi maupun pembentukan karakter setiap individu. Keluarga menjadi komunitas awal dan utama untuk mengembangkan sikap dan perilaku toleransi, damai, rukun dan lain sebagainya antara suku, agama dan ras. Setelah itu, peran sekolah menjadi salah satu wadah setiap individu untuk belajar dan bersosialisasi. Pendidikan di dalam sekolah selama ini hanya berdasarkan teks ataupun tulisan saja, jarang sekali sekolah yang mengimplementasikan nilai untuk menghargai keberagaman yang ada. Maka dari itu, sangatlah penting bagi setiap sekolah untuk mampu menanamkan adab menjadi warga negara yang baik, menghargai perbedaan, dan menyadari bahwa kita merupakan satu kesatuan yang berintegritas. Rasa satu kesatuan bangsa Indonesia tentunya dapat terwujud karena adanya pengimplementasian sikap dan perilaku toleransi yang dilakukan setiap individu untuk mencapai sebuah kebaikan bersama.

Pendidikan yang hadir di Indonesia sangatlah banyak. Ada pendidikan mengenai pancasila dan kewarganegaraan. Pendidikan yang juga turut hadir salah satunya adalah pendidikan multikultural. Pendidikan ini dirancang untuk menghasilkan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik demi mencipatakan kebaikan bersama untuk Indonesia yang lebih baik. Pendidikan multikultural merupakan salah satu proses penanaman gaya hidup untuk saling menghormati satu sama lain, tulus, toleran, rukun, dan damai di tengah keberagaman Indonesia. Dengan pendidikan multikultural ini, diharapkan adanya fleksibilitas mental bangsa dalam mengahadapi sebuah benturan ataupun konflik sosial. Sehingga persatuan bangsa tidak akan mudah patah maupun retak. (Musa Asy'arie, Kompas, 2003). Untuk melahirkan bangsa yang berkehidupan harmonis, toleransi, dan mencintai perdamaian serta menghargai perbedaan yang hadir di masyarakat. Pendidikan multikultural ini tentu membutuhkan tiga hal vital, yaitu kompromi, negosiasi, dan konsesus. (M. Amin Abdullah, 2005). Keterlibatan tiga hal tersebut adalah munculnya perasaan empati maupun simpati terhadap sesama manusia tanpa membedakan suku, agama, ras, gender, hak mayoritas dan minoritas. Semuanya harus dapat mengekspresikan budaya multikultural dan multireligius sebagai manifestasi kehidupan yang masyarakat yang damai dan toleransi. Maka dari itu, diperlukan equality dalam masyarakat multikultural. Jika tidak, maka tidak mustahil jika terjadi kekerasan dan konflik yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia.

Kesimpulan

Timbulnya intoleransi dan konflik yang mengandung unsur SARA ini bisa kita tinggalkan demi merajut benang perdamaian dan toleransi di tengah keberagaman Indonesia. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mempersatukan Indonesia menjadi sebuah negara yang memiliki keharmonisan maupun kerukunan. Salah satunya dengan menghargai hak-hak asasi manusia yang dimiliki setiap individu dan perbedaan yang ada. Perbedaan yang hadir di tengah keberagaman Indonesia ini bukan menjadi penghalang Indonesia menjadi negara yang utuh dalam satu kesatuan. Bagi mereka yang ingin memecahbelahkan NKRI dengan membawa kepentingan individu ataupun kelompok, sudah sepatutnya kita sebagai warga negara Indonesia melakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi konflik yang diinginkan dengan tujuan memecahbelah NKRI. Dalam hal ini, pemerintah juga harus memainkan perannya sebagai pembuat kebijakan untuk menanggulangi hal yang berbau intoleransi dengan supremasi hukum yang ada tanpa melupakan prinsip equality before the law. Dan, sudah sepatutnya kita memainkan peran penting dalam menjaga dan melestarikan keharmonisan yang sudah dibangun susah payah oleh para pahlawan kita di zaman pra maupun pasca kemerdekaan. Jangan lah, kita menjadi individu yang ingin menegakkan kepenting sendiri ataupun kelompok dengan memiliki tujuan terselubung untuk memecahbelah NKRI dan menyebarkan rasa intoleransi di masyarakat. Tentunya juga, pelestarian keberagaman tersebut sudah seyogyanya dimulai dari dini untuk mencegah hal-hal yang berbau unsur diskriminasi terhadap perbedaan melalui pendidikan yang berbasis multikultural demi mencipatakan kebaikan bersama untuk menjaga utuh satu kesatuan Indonesia. Penulis berharap semoga tulisan ini memberikan pandangan baru bagi pembaca yang mana pemaparan ini sangat jauh dari kata sempurna. Sehingga masukan berupa koreksi dan saran yang diterima akan sangat berguna bagi penulis untuk terus memperbaiki kualitas tulisan-tulisannya.

Daftar Pustaka

Amin Abdullah, "Kesadaran Multikultural: Sebuah Gerakan Interest Minimalization dalam Meredakan Konflik Sosial" dalam Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).

Musa Asy'arie, "Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa" dalam Kompas, 2003.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun