Selama dua dekade terakhir, Laut Natuna Utara menjadi kawasan strategis yang menjadi kawasan strategis yang menunjukkan kompleksitas geopolitik di Asia Tenggara. Letak Natuna yang berada pada jalur perdagangan global menjadikannya faktor penting dalam kebijakan luar negeri serta strategi pertahanan Indonesia. Dalam kondisi ini, maritim Indonesia melakukan pendekatan yang menarik untuk disoroti, yakni dengan mengintegrasikan kekuatan angkatan laut, implementasi ekonomi biru, serta diplomasi kelautan yang berfokus pada penegakan kedaulatan sekaligus peningkatan kesejahteraan.
Indonesia memilih untuk menggunakan pendekatan yang strategis melalui implementasi ekonomi biru sebagai strategi pertahanan nonmiliternya. Ekonomi biru tidak hanya melibatkan pemanfaatan potensi laut untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga berperan sebagai alat pertahanan kedaulatan melalui kegiatan produktif yang melibatkan masyarakat di pesisir. Pemerintah telah membangun pusat kelautan dan perikanan terpadu di Natuna dalam upaya memperkuat rantai pasok produksi laut serta memberdayakan nelayan lokal untuk lebih aktif dalam kawasan berbatasan. Kementrian Kelautan dan Perikanan memaparkan bahwa pada tahun 2014, produksi hasil ikan tangkap di Natuna mengalami peningkatan secara signifikan sejak peluncuran program Poros Maritim Dunia.
Strategi ini menciptakan bentuk penangkalan baru dengan adanya kehadiran nelayan, serta penangkalan pembangunan dengan adanya pelabuhan dan industri kelautan yang menjadi simbol kehadiran negara yang substansial di wilayah laut. Strategi inilah yang menjadi pembeda dan menarik untuk disoroti dikarenakan mayoritas negara-negara lain di kawasan, lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan militer ataupun melalui intervensi ekonomi. Sedangkan, Indonesia memilih untuk menegaskan kedaulatannya melalui pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, sehingga laut tidak hanya untuk dijaga, melainkan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat yang produktif. Dengan melibatkan masyarakat sebagai bagian penting dalam sistem pertahanan maritim, secara otomatis negara juga mampu dalam membangun sistem keamanan sosial yang berkelanjutan.
Dalam kebijakan luar negeri, Indonesia mengedepankan diplomasi maritim yang bersifat rasional dan adaptif dengan menekankan pendekatan yang berbasis dialog dan hukum internasional. Dalam isu ini, Indonesia menolak untuk dianggap sebagai negara pengklaim, karena Indonesia lebih berfokus dalam memperjuangkan prinsip-prinsip yang ada pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982. Indonesia juga aktif dalam membentuk norma kawasan melalui ASEAN, melalui Asean Outlook on the Indo-Pasific yang menekankan mengenai pentingnya kerja sama inklusif serta bebas dari rivalitas. Melalui diplomasi maritim ini, menunjukkan bahwa Indonesia mampu dalam menyeimbangkan prinsip-prinsip dasar dengan kepentingan praktisnya.
Strategi Indonesia di Laut Natuna Utara menegaskan bahwa kekuatan maritim tidak hanya diukur dari jumlah kapal perang, tetapi juga dari kemampuan menjaga laut yang menjadi sumber kehidupan dan kedaulatan. Adanya integrasi antara kekuatan angkatan laut, ekonomi biru, dan diplomasi maritim menciptakan keseimbangan antara pertahanan dan pembangunan. Strategi ini membuktikan bahwa Indonesia mampu dalam mempertahankan perannya sebagai kekuatan maritim yang berdaulat, adaptif, dan memiliki pengaruh di kawasan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI