Kemunculan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menghadirkan dinamika yang kompleks. Pasalnya seiring dengan kemajuan zaman, membuat perkembangan kecerdasan buatan atau AI ini turut berjalan semakin cepat. AI sebagai inovasi baru tentunya tidak hanya dapat memberikan manfaat, tetapi juga berpotensi memunculkan dampak negatif lainnya. Dampak negatif yang menjadi fokus utama saat ini salah satunya adalah lapangan penerjaan yang mulai tergantikan oleh mesin dan robot. Di Indonesia sendiri, sudah banyak perusahaan, industri, maupun startup mulai ketergantungan mengandalkan AI, namun, regulasi yang mengatur dan pemahaman masyarakat terhadap AI masih belum kuat dan merata. Hal inilah yang kemudian menghadirkan berbagai tantangan tentang bagaimana memanfaatkan AI dengan maksimal tanpa mengabaikan etika dan keadilan.
Berdasarkan hasil riset tim Microeconomics Dashboard (Micdash), Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada menjelaskan penggunaan AI semakin lama semakin meningkat. Dengan teknologi ini diperkirakan akan memberi dampak signifikan terhadap lapangan pekerjaan. Bahkan dengan teknologi ini semakin mempermudah pencarian informasi dan pengelolaan sumber daya manusia yaitu meningkatnya produktivitas untuk memantau pergerakan pekerja. Selain itu, keuntungan lain yang dimiliki oleh AI adalah efisiensi dan otomatisasi. Dimana, AI dapat membantu menginterprestasikan suara menjadi kerja. Contohnya pada Alexa Assistant Speaker yang dapat digunakan untuk mengontrol serta berinteraksi dengan berbagai perangkat dan layanan menggunakan perintah suara, seperti memutar musik, mengatur alarm, mengontrol perangkat rumah pintar (lampu, AC),dsb.
Keuntungan yang diperoleh dari AI ini tentunya tidak terbebas dari tantangan yang ada. Pasalnya, banyak orang masih merasa khawatir bagaimana teknologi AI ini dapat berpotensi menghilangkan pekerjaan dan mengantikan tugas-tugas manusia. Hal ini tentu saja tidak bisa dianggap remeh. Kekhawatiran yang dirasakan oleh orang-orang sangat berdasar, tidak hanya sekedar kekhawatiran biasa. Walaupun pada dasarnya, sesungguhnya AI tidak sepenuhnya dapat mengantikan peran manusia, AI hanya membantu mengoptimalkan dan melengkapi kekurangan sumber daya manusia.
Oleh karena itu, untuk menanggapi isu tersebut, pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas tentang penggunaan AI tanpa mengabaikan etika dan keadilan. Yang mana, regulasi tersebut harus memperhatikan kekhawatiran orang-orang akan AI yang berpotensi menggantikan tugas-tugas manusia. Selain itu, pada sektor pendidikan dan perusahaan sebaiknya memberikan kebutuhan pelatihan untuk upgrading skills bagi para pekerja maupun calon pekerja agar dapat bersaing di masa depan dan memastikan pekerja masih relevan di pasar kerja yang semakin berbasis digital. Sehingga, nantinya tidak muncul kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki oleh para pekerja dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Jika semua pihak, baik pemerintah, perusahaan, pekerja, calon pekerja dapat diajak kerjasama dan bertanggung jawab, Â maka AI nantinya tidak hanya sekedar bentuk kemajuan teknologi, tetapi juga kekuatan yang dapat membantu dan mempercepat kemajuanbangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI