Mohon tunggu...
Marsha Bremanda TR
Marsha Bremanda TR Mohon Tunggu... Lainnya - A learner, Dreamer, Achiever

Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2019 Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Find me on instagram @marshabremanda

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Hobi Bikin Film dari Kearifan Lokal, Nih 3 Ciri Khas Fajar Nugros sebagai Auteur Indonesia

27 September 2021   11:17 Diperbarui: 27 September 2021   13:24 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fajar Nugros Sumber: Catchplay.com

Halo Sobat Kompasiana!

Siapa sih yang nggak kenal Fajar Nugros?

Yup, sutradara asal Yogyakarta ini merupakan seorang sutradara dan penulis naskah yang mulai dikenal dari salah satu filmnya Yowis Ben (2018). Berhasil menembus lebih dari 1 juta penonton, Yowis Ben menjadi salah satu film yang mengangkat tema kearifan lokal Indonesia.

Melalui tema film yang diangkat, Fajar Nugros dikenal dengan ciri khasnya yang kerap mengangkat kearifan lokal Indonesia di film-film garapannya. Dari hal itu juga Fajar Nugros dianggap sebagai auteur Indonesia. Nah apa sih ciri khas Fajar Nugros dan auteur itu? Yuk simak artikel ini sampai akhir, ya!

Profil Fajar Nugros

Lahir di Yogyakarta, pria bernama lengkap Fajar Nugroho ini hobi menulis sejak kecil. Tulisan-tulisan yang ia buat kemudian diunggah melalui kanal blog-nya. 

Dari tulisan-tulisan tersebut, ia berharap agar kelak kumpulan dari tulisannya bisa difilmkan. Hal ini bukan didasari hanya untuk terkenal atau pujian, tetapi ia ingin agar di masa tuanya nanti, ia bisa menghabiskan waktu menonton film dari cerita pendeknya tersebut.

Fajar Nugros mulai tertarik dengan dunia perfilman sejak remaja. Keinginannya untuk membuat film muncul saat ia melihat film karya Ifa Isfansyah. Dari situ, lahirlah film independent pertamanya "Dilarang Mencium di Malam Minggu (2003)".

Fajar pun mulai membentuk sebuah komunitas film bersama teman-temannya yang bernama Nugrossinema. Komunitas ini menciptakan banyak film yang kerap mengangkat isu ketegangan sosial yang terselubung.

Kemahirannya dalam membuat film menjadikan Fajar memperoleh beasiswa dari Indonesian Documentary gagasan Shanty Harmayn. Semenjak itu, ia berturut-turut menjadi finalis Eagle Award Metro TV dan finalis IYCE British Council.

Awal Mula Menyutradari Film Layar Lebar

Queen Bee (2009) menjadi debut perdananya sebagai sutradara film layar lebar. Di bawah rumah produksi Millions Pictures, menjadikan Fajar belajar banyak dari sisi kurang dan lebih film garapannya tersebut. Kemudian, ia bersama Raditya Dika mulai menggarap film Cinta Brontosaurus yang dirilis pada bulan Mei 2013. Dari sana, ia terus menggarap film-film baik produksi sendiri maupun kolaborasi dengan sutradara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun