Mohon tunggu...
Maria Septi
Maria Septi Mohon Tunggu... karyawan -

Let it flow

Selanjutnya

Tutup

Nature

Antara Jakarta dan Desa Kita

30 Juni 2018   16:36 Diperbarui: 30 Juni 2018   17:01 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia adalah satu negara berkembang di Asia. Pesatnya perkembangan pembangunan bisa kita lihat jelas khususnya di ibukota yaitu Jakarta. Jakarta terus berusaha menjadi tempat yang nyaman dan menjadi contoh bagi kota-kota lainnya di Indonesia. 

Namun Jakarta juga menjadi tempat bagi sebagian besar warga negara untuk mengadu nasib. Semakin tinggi keinginan untuk datang ke kota yang di kata nyaman ini bukan berarti memberikan kesempatan mudah bagi semua orang untuk tinggal dengan nyaman. 

Tingginya harga yang harus dibayar untuk mencari tempat bernaung, membuat banyaknya perkampungan kumuh bagi mereka yang datang ber urbanisasi tanpa menyiapkan diri dengan baik yang datang dengan modal pas pas an.

Salah satunya adalah pak Karyo. Beliau tinggal di sudut kota Jakarta di kawasan kumuh Jakarta . Di balik tingginya gedung-gedung Jakarta pak Karyo yang bekerja sebagai pemulung, tinggal di bantaran sungai dengan kondisi hunian seadanya. 

Rumah yang mereka tempati selama 10 tahun terakhir adalah  rumah yang menggunakan atap dari sisa-sisa proyek pembangunan yang pernah diikuti pak Karyo dengan berdindingkan campuran rumbia, karton  dan papan bekas proyek lainnya

Bantaran sungai ciliwung yang menjadi tempat rumah pak Karyo, merupakan jalur yang dilewati oleh aliran sungai yang membelah kota Jakarta menuju laut lepas. Pembuangan sampah sembarangan kesungai membuat banyaknya sampah di sepanjang kawasan kumuh ini. Selain bau yang menyengat karena sampah pak Karyo juga tidak memiliki MCK yang layak, Pak karyo dan keluarga harus menggunakan sungai sebagai satu-satunya fasilitas untuk mandi, dan aktivitas lainnya.

Fenomena ini merupakan masalah klasik yang muncul di Jakarta setiap tahunnya. Tingginya angka Urbanisasi berbanding lurus dengan peningkatan angka kawasan tidak layak huni di Jakarta.

Lebaran merupakan salah satu jalan kehadiran penghuni baru Jakarta. Biasanya warga yang yang kembali setelah mudik akan lebih banyak dari sebelumnya pergi. Tidak masalah jika warga baru yang hadir mampu bersaing dengan memiliki kemampuan,latar belakang pendidikan yang baik namun sebagian besar mereka datang hanya bermodal nekat. Adakah aturan yang menyatakan mereka tidak boleh masuk ke Jakarta? 

Tentu tidak karena seluruh warga negara berhak untuk mencari penghidupan yang layak dimanapun berada. Namun sayangnya di Jakarta biasanya mereka tidak mendapat hidup yang layak dan berakhir di daerah kumuh penuh dengan sampah dan fasilitas yang tidak layak.

Jakarta juga saat ini belum bisa menjanjikan kesiapan untuk menampung seluruh pendatang dengan modal nekat tersebut. Pada akhirnya hal ini akan mengakibatkan masalah baru. 

Kita pasti belum lupa, dengan pemimipin Jakarta sebelumnya yang melakukan penggusuran di daerah-daerah kumuh. Menormalisasi kawasan kumuh menjadi kembali ke fungsinya kembali sebagai bantaran sungai contohnya Kalijodo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun