Eksplorasi itu menghasilkan temuan lebih dari 200 relief yang terdapat di 40 panel dan menampilkan lebih dari 40 jenis instrumen alat musik, seperti alat musik kordofon (petik), aerofon (tiup), idiofon (pukul), dan membranofon (membran).Â
Sebagian alat-alat musik tersebut masih dapat kita jumpai hari ini dan dimainkan di seluruh pelosok 34 provinsi di Indonesia, serta menyebar ke 40 negara di seluruh dunia.
Jika dibandingkan dengan situs sejarah lain di dunia, tidak ada yang menampilkan pahatan relief alat musik sebanyak di Candi Borobudur. Ada dua teori yang lahir.Â
Pertama, Borobudur dulunya merupakan titik pertemuan lintas bangsa dan budaya, serta sebagian alat musik tersebut dibawa dari luar untuk dihadirkan di Borobudur.
Kedua, bisa pula sebaliknya. Seluruh alat musik itu berasal dari Nusantara dan disebar ke segala penjuru Nusantara dan belahan dunia.Â
Hingga detik ini, tim Sound of Borobudur Movement berhasil merekonstruksi alat musik sebanyak 18 instrumen dawai dari kayu, 5 instrumen berbahan gerabah, dan satu buah instrumen idiophone yang terbuat dari besi. Sound of Borobudur juga telah berkembang menjadi sebuah orkestra dan memiliki album rekaman yang berisi 12 komposisi lagu dengan Purwa Tjaraka sebagai Executive Producer.
Pandangan Generasi Z terhadap Sound of Borobudur
Sound of Borobudur berhasil menggerakkan hati saya untuk mengajak teman-teman segenerasi mengenali sekaligus memberi tanggapan terhadap gerakan yang sangat brilian ini.Â
Saya membuat angket dan menyebarkannya di media sosial dengan responden berusia 10--25 tahun. Survei yang saya lakukan memang belum mencakup keseluruhan Generasi Z di tanah air, tetapi semoga 105 pemuda yang terlibat bisa menjadi miniatur sederhana.Â
Sebanyak 72.4% mengaku sama sekali tidak tahu dan belum pernah mendengar apapun tentang Sound of Borobudur. Setelah disajikan video live performance SoB tanggal 8 April 2021 yang berdurasi 20 menit 35 detik, rata-rata responden bisa menikmati penampilan hingga 10 menit pertama.Â