Mohon tunggu...
Lina Hafs
Lina Hafs Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Hanya seorang wanita sederhana yang senang menulis walau tak ada yang membaca...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Digital Emphaty

13 April 2023   21:45 Diperbarui: 13 April 2023   21:48 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Shutterstock

Istilah Digital Empathy sudah lama saya dengar, kemudian saya mencoba untuk googling mencari tahu persisnya seperti apa sih yang di maksud dengan digital empathy. Intinya, digital empathy yaitu kemampuan seseorang untuk memahami perasaan orang lain sekaligus mempertimbangkan tindakan yang tepat di jagat online. 

Emphaty, perasaan yang mulai memudar di tengah terpaan digitalisasi. Bagaimana tidak, banyak orang saat ini menghabiskan waktunya secara online dengan melakukan berbagai macam aktivitas digital. 

Emphaty kita kepada sesama dapat ditunjukkan dengan sikaf kita saat berhadapan dengan orang lain. Hal ini dapat di lakukan dengan bahasa verbal maupun non verbal atau bisa dengan bahasa tubuh. 

Namun ceritanya akan berbeda ketika kita berkomunikasi secara online. Karena tidak berhadapan langsung, maka kita tidak bisa menebak dengan pasti kondisi seseorang. Maka akan sulit bagi kita menangkap kebathinan seseorang, kurang peka dan terkadang pikiran kita justru menyimpang dari kenyataan yang ada. 

Bayangkan saja, masing-masing kita sibuk di depan gadget akhirnya menimbulkan rasa individualisme yang tinggi. Banyak faktor, karena perubahan kehidupan sosial, lingkungan, ekonomi dan perubahan tekhnologi yang semakin pesat. 

Faktor yang paling mempengaruhi adalah ekonomi. Kenapa ekonomi, karena pada kenyataannya saat ini banyak di antara kita yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. 

Sulitnya mencari pekerjaan, harga yang terus naik tapi penghasilan pas-pasan. Namun di sisi lain, konten-konten yang menunjukkan hedonisme justru merajalela yang membuat banyak orang yang mempunyai keinginan yang sama, pengen hedon juga. Dan yang terjadi, walau keuangan pas-pasan mereka masih ingin mencoba dan berusaha untuk mensejajarkan diri hingga timbul efek baru. 

Beraktifitas di dunia maya bukan hal baru, dan bahkan sudah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan. Tetapi mestinya begitu juga seperti di dunia nyata, etika-etika dan batas-batas itu perlu diperhatikan. 

Membangun dan mengembangkan digital emphaty adalah bagian penting dalam kita melakukan intraksi dengan orang lain di jagat maya. Dengan begitu kita bisa berintraksi secara positif dengan siapapun. Sehingga apapun aktifitas online yang kita lakukan tidak membuahkan hal-hal negatif bagi siapapun. 

Kebiasaan buruk bagi penggiat sosial media adalah pamer. Sebagian mereka terutama mungkin wanita ingin berlomba-lomba menujukkan jati diri mereka. Sedikit-sedikit pamer, sedikit-sedikit cerita, sedikit-sedikit bergaya dengan ala-ala orang yang tak punya beban keuangan.

Padahal yaa belum tentu juga apa yang terlihat di media sosial itu seperti kenyataannya. Kepuasan seseorang untuk mendapatkan pengakuan menjadi bagian dari kebutuhan, tak sedikit hal itu justru menjadi masalah dalam pribadi mereka sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun