Akar Masalah: Bukan Hanya Bahan, Melainkan Sistem dan Manajemen
Ketika dana begitu besar dialokasikan, seharusnya sistem kontrol menjadi sangat kuat. Ironisnya, banyak dapur penyedia (SPPG) ternyata belum memenuhi standar higienitas, sanitasi, dan pengendalian suhu. Distribusi yang panjang tanpa sistem suhu, kontaminasi bahan baku, hingga penyimpanan yang buruk telah menjadi praktik rutin di banyak lokasi.
Sumber daya manusia yang mengelola program pun mendapat sorotan tajam. Banyak pengelola MBG bukanlah tenaga profesional di bidang gizi atau pangan. Ada tuduhan bahwa aparat militer atau administratif "di-tugaskan" ke lembaga pengelola tanpa kompetensi yang memadai. Sebagai ahli gizi dari UGM, Prof. Muchtaruddin Mansyur, pernah menegaskan: "Keamanan pangan harus menjadi hal paling utama. Jika standar dasar ini tidak dijaga, maka tujuan memperbaiki gizi anak justru berubah menjadi bencana kesehatan."
Dalam suasana dana besar, sayangnya peluang korupsi dan "bancakan" juga terbuka lebar. Kajian bahaya korupsi sistemik menunjukkan bahwa MBG, dengan cakupan 82,9 juta orang dan dana raksasa, berpotensi melebar memperparah defisit anggaran---bahkan melebihi batas maksimal 3 % terhadap PDB.Â
Tanggung Jawab Negara dan Ujian Kepemimpinan
Ketika krisis keracunan muncul, tanggapan pemerintah terbatas pada permintaan maaf atau wacana evaluasi. Di banyak daerah, program MBG tetap berlanjut tanpa perbaikan sistemik. Keadaan ini memperlihatkan satu masalah klasik: ketika rakyat hanya disuguhi janji, bukan perbuatan nyata, kepercayaan pun terkikis.
Program sosial seperti MBG seharusnya menjadi bukti bahwa negara hadir dan peduli. Tapi begitu utuh "tabung" keharuan publik terkaburkan, reputasi pemerintahan ikut tergerus. Lao Tzu berkata, "Kepercayaan butuh waktu untuk dibangun, tetapi bisa hancur dalam sekejap."
Koordinator nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan tegas: "Kami tidak menolak program ini; tetapi ketika anak-anak keracunan, negara tak bisa tutup mata. Satu anak keracunan pun seharusnya menjadi alarm."
Belajar dari Praktik Global: Kunci Kesuksesan Ada di Manajemen
Dalam negara-negara sukses, program makan sekolah tak dilihat sebagai subsidi momen, tapi sebagai infrastruktur jangka panjang. Jepang dan Finlandia menjadi contoh bagaimana integrasi ahli gizi sekolah, supervisi rutin, audit kesehatan pangan, dan transparansi data menjadi fondasi keandalan program. Menu dibuat lokal, stok dibeli dari petani lokal, dan dapur dikelola profesional.
Perlu ada mekanisme audit eksternal yang independen, pelaporan publik kasus keracunan lengkap dengan data laboratorium, dan sanksi tegas jika ada kelalaian---bukan sekadar "evaluasi umum."