Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika di Pengadilan Terbukti Ijazah Jokowi Asli, Para Pembenci Akan Berhenti?

19 Mei 2025   15:57 Diperbarui: 19 Mei 2025   16:34 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ijazah Jokowi (Jatim Times)

Strategi Politik Bertopeng Kritik

Kita tidak naif. Dalam politik, setiap kelemahan lawan adalah peluang. Dalam konteks ini, lawan politik Jokowi melihat isu ijazah palsu sebagai senjata delegitimasi, terutama menjelang Pemilu 2029 dan Pilkada 2029.

Mengapa masih digunakan? Karena Jokowi masih dianggap memiliki kekuatan politik pasca kepresidenan. Partai-partai baru seperti PSI atau relawan yang bertransformasi menjadi kekuatan elektoral dianggap sebagai "perpanjangan tangan Jokowi." Melemahkan legitimasi moralnya bisa berdampak terhadap elektabilitas aktor-aktor politik yang diasosiasikan dengannya.

Di sisi lain, pengadilan digunakan bukan untuk mencari kebenaran, tetapi untuk menciptakan panggung politik. Tidak penting menang atau kalah. Yang penting: narasi tetap hidup dan dibagikan jutaan kali.

Apakah Kita Harus Melawan dengan Fakta?

Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita harus bersikap?

Jawabannya bukan "tidak perlu melawan", tapi melawan secara cerdas. Fakta tetap harus dikemukakan. Kebenaran tetap harus dikawal. Namun, publik juga perlu memahami bahwa melawan kebohongan tidak cukup hanya dengan data, tapi juga dengan strategi komunikasi.

Beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Literasi media harus diperkuat. Ajarkan publik membedakan antara informasi yang diverifikasi dan sekadar sensasi.

2. Institusi resmi harus lebih proaktif. Misalnya, KPU, UGM, dan lembaga lain perlu menyediakan open archive dan fact check portal yang bisa diakses bebas.

3. Perkuat komunitas pembela kebenaran. Relawan digital, jurnalis independen, dan tokoh publik yang kredibel harus menjadi jembatan antara data dan emosi publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun