Strategi Politik Bertopeng Kritik
Kita tidak naif. Dalam politik, setiap kelemahan lawan adalah peluang. Dalam konteks ini, lawan politik Jokowi melihat isu ijazah palsu sebagai senjata delegitimasi, terutama menjelang Pemilu 2029 dan Pilkada 2029.
Mengapa masih digunakan? Karena Jokowi masih dianggap memiliki kekuatan politik pasca kepresidenan. Partai-partai baru seperti PSI atau relawan yang bertransformasi menjadi kekuatan elektoral dianggap sebagai "perpanjangan tangan Jokowi." Melemahkan legitimasi moralnya bisa berdampak terhadap elektabilitas aktor-aktor politik yang diasosiasikan dengannya.
Di sisi lain, pengadilan digunakan bukan untuk mencari kebenaran, tetapi untuk menciptakan panggung politik. Tidak penting menang atau kalah. Yang penting: narasi tetap hidup dan dibagikan jutaan kali.
Apakah Kita Harus Melawan dengan Fakta?
Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita harus bersikap?
Jawabannya bukan "tidak perlu melawan", tapi melawan secara cerdas. Fakta tetap harus dikemukakan. Kebenaran tetap harus dikawal. Namun, publik juga perlu memahami bahwa melawan kebohongan tidak cukup hanya dengan data, tapi juga dengan strategi komunikasi.
Beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Literasi media harus diperkuat. Ajarkan publik membedakan antara informasi yang diverifikasi dan sekadar sensasi.
2. Institusi resmi harus lebih proaktif. Misalnya, KPU, UGM, dan lembaga lain perlu menyediakan open archive dan fact check portal yang bisa diakses bebas.
3. Perkuat komunitas pembela kebenaran. Relawan digital, jurnalis independen, dan tokoh publik yang kredibel harus menjadi jembatan antara data dan emosi publik.