Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skenario Berlapis untuk Jatuhkan Reputasi Jokowi, Benarkah?

13 Mei 2025   14:22 Diperbarui: 13 Mei 2025   14:22 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bobby Nasution, menantu Jokowi, resmi menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara sejak 20 Februari 2025, setelah memenangkan Pilkada 2024 dengan perolehan suara 64,47% mengalahkan petahana Edy Rahmayadi.  

Beberapa pihak melihat rangkaian ini bukan sebagai peristiwa acak. "Jika kita lihat pola dan waktu kemunculannya, terlalu sistematis untuk disebut kebetulan," ujar pengamat politik dari CSIS, Arya Fernandes, dalam diskusi publik (Mei 2025). "Jokowi sedang diupayakan untuk dilucuti dari sumber-sumber legitimasi politiknya."

Motif dan Kepentingan Siapa?

Jika Jokowi telah pensiun, mengapa ia masih menjadi sasaran serangan?

Jawabannya terletak pada posisi baru Jokowi: patriark dari dinasti politik yang baru lahir. Ia kini berada dalam jajaran keluarga elite politik Indonesia, sejajar dengan Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Surya Paloh. Keluarga Jokowi telah menjadi pusat gravitasi baru dalam politik nasional, sesuatu yang tentu mengganggu keseimbangan kekuatan lama.

"Jokowi mungkin bukan lagi Presiden, tapi ia kini menjadi kingmaker," ujar Burhanuddin Muhtadi, Direktur Indikator Politik Indonesia. "Gibran adalah Wapres. PSI sedang bangkit. Dan pengaruh Jokowi di kalangan relawan dan masyarakat bawah masih sangat kuat."

Hasil survei Litbang Kompas (April 2025) menunjukkan 64,8% responden menyatakan "masih percaya" terhadap integritas Jokowi, bahkan setelah masa jabatannya berakhir. Sementara relawan seperti ProJo, Bara JP, dan kelompok akar rumput di media sosial masih aktif menyuarakan dukungan.

Media Mainstream dan Media Sosial: Arena yang Berubah

Perubahan lain yang signifikan adalah posisi media. Jika sebelumnya Jokowi menjadi media darling, kini sebagian media mulai mengambil jarak. Kritik terhadap Jokowi dan keluarganya makin terbuka. Namun di ruang digital, relawan dan pendukung Jokowi tak tinggal diam. Mereka aktif melawan narasi delegitimasi dengan data, rekaman pidato, hingga dokumen pendukung.

"Sekarang medan tempurnya bukan lagi hanya di koran atau TV, tapi juga di TikTok dan Twitter," kata Anita Wahid, aktivis literasi digital, kepada Kompas.id. "Relawan Jokowi belajar dari pengalaman. Mereka tahu pentingnya menjaga narasi di ruang publik."

Konspirasi atau Realita Politik?

Mudah untuk menepis ini semua sebagai teori konspirasi. Tapi, sejarah politik Indonesia tak pernah jauh dari intrik dan manuver tersembunyi. Menjatuhkan reputasi pemimpin yang populer bukan hal baru. Soeharto, Gus Dur, bahkan SBY pun tak luput dari percobaan delegitimasi pasca kekuasaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun