Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Papua Membara, Jokowi Salah Apa?

4 September 2019   06:59 Diperbarui: 4 September 2019   07:17 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sinarharapan.net

Ketika Papua mulai bergejolak dipicu oleh tragedi rasis di Surabaya timbul pertanyaan: mengapa hal itu terjadi? Bukankah lima tahun terakhir ini Papua adalah salah satu wilayah yang paling sering dikunjungi oleh Jokowi? Juga pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan di sana tidak punya arti bagi masyarakat Papua? Mengapa hasil Pilpres yang menghasilkan beberapa kabupaten memilih Jokowi 100% seolah tidak berbekas?

Rupanya pernyataan yang sama juga diajukan oleh Jokowi. Dia penasaran mengapa dirinya dan pemerintah pusat dipersepsikan berbeda di sana? Seolah usaha untuk memperhatikan Papua bagai bertepuk sebelah tangan? (Kompas.com)

Ya masalah Papua bukanlah hal yang sederhana. Kompleksitas sejarah, politik dan sosial menyelimuti pulau terbesar di Timur Indonesia ini. 

Sejak awal terbentuknya negara ini, Papua sudah menimbulkan persoalan Politik. Belanda yang seharusnya sudah meninggalkan wilayah Indonesia pada waktu itu menjadikan Papua sebagai benteng terakhir mereka. 

Walau kemudian mereka angkat kaki, tapi sempat meninggalkan bom waktu berupa peristiwa referendum  yang sampai saat ini selalu menjadi isu integrasi secara alami Papua pada NKRI.

Setelah bergabung pun, Papua yang saat itu masih diberikan nama Irian Jaya masih tetap bergejolak. Bahkan sampai saat ini pun masih menyisakan kelompok bersenjata yang terus melakukan serangan sporadis yang tetap menjadi masalah keamanan di sana.

Kekayaan sumber daya alam dan keindahan yang menjadi karunia bagi masyarakat Papua justru seperti menjadi kutukan tersendiri. 

Kekayaan itu bukannya secara otomatis menjadi sumber kesejahteraan mereka, tapi malahan menjadi persoalan ketidakadilan distribusi ekonomi. Hanya segelintir elit saja yang menikmati kemakmuran dari sumber daya alam itu.

Sebenarnya hal yang sama melanda juga daerah lain, namun untuk Papua masalahnya lebih kompleks dan mendalam.

Banyak yang bertanya, mengapa suatu peristiwa di Surabaya bisa mengakibatkan reaksi beruntun di Papua? 

Sebenarnya dalam hal ini, peristiwa rasis di Surabaya adalah bagai pemantik sumber konflik yang lebih besar, yang selama ini sudah menggunung. Sumber konflik yang sudah terkumpul beberapa dekade yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Rupanya solusi - solusi yang diberikan selama ini lebih bagai menyembunyikan kotoran di bawah karpet.

Kembali pada keheranan dan pertanyaan yang diajukan Jokowi di atas tadi.

Sebenarnya, apa yang sudah dilakukan dan diusahakan oleh Jokowi selama 5 tahun ini sudah benar namun rupanya belum cukup.

Usaha untuk membangun infrastruktur dan ekonomi adalah sebagai bagian kecil dari solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan kompleks yang ada di Papua. 

Persoalan lebih besar berupa usaha untuk "memanusiakan" masyarakat Papua sebagai subyek, bukan obyek dalam setiap gerak langkah pembangunan dan kemajuan masih tetap harus dilakukan. 

Dalam arti tertentu, masyarakat Papua masih menginginkan agar martabat dan harga diri mereka sebagai warga yang sama di negara ini tetap mereka harapkan. 

Pendekatan seperti inilah yang dulu pernah diberikan Gus Dur kepada mereka. Walau nampaknya sederhana, dengan mengembalikan nama Papua dan menghargai perbedaan budaya yang ada di sana adalah hadiah besar bagi harga diri mereka. 

Kalau Jokowi mau usahanya ini lebih berdampak, maka selain pembangunan ekonomi dan infrastruktur, hal seperti yang dilakukan Gus Dur lah yang tetap perlu dilakukan di tanah Papua. 

Jadi, Papua membara bukanlah salah Jokowi, tapi ini berarti masih ada PR besar yang harus terus dilakukan agar tanah Papua sungguh menjadi sepotong surga yang dijatuhkan bagi masyarakat di sana.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun