Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bubarkan Koalisi, Apa Urgensinya?

9 Juni 2019   17:49 Diperbarui: 9 Juni 2019   17:50 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: merdeka.com

Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik juga mengusulkan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya dalam Pilpres 2019.

Sebelumnya, Rachland meminta calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk membubarkan koalisi parpol pendukung.

Alasan pembubaran itu supaya tidak ada lagi kubu - kubu atau poros - poros yang menyebabkan perpecahan di masyarakat.

Jika dilihat sekilas, sepertinya usul itu sebagai ide brilian, namun jika ditelaah lebih dalam maka akan timbul pertanyaan: apa urgensinya?

Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. 

Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai sedangkan oposisi koalisi adalah sebuah oposisi yang tersusun dari koalisi beberapa partai.

Indonesia memang negara Presidensial namun pada prakteknya koalisi pemerintah dan oposisi sangat berperan di DPR sebagai lembaga legislatif. 

Dalam hal ini, kecil besarnya koalisi pemerintah sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses pembangunan dan dukungan politik yang didapat.

Kita lihat saja pada awal pemerintahan Jokowi di periode pertamanya. 

Sempat saat itu DPR dikuasai oleh koalisi partai oposisi sehingga Jokowi kesulitan dalam menggolkan rencana anggaran dan  pembangunannya. 

Syukurlah kemudian dengan strategi yang Jokowi ambil, akhirnya koalisi Pemerintah menjadi lebih besar dan pemerintahannya pun lebih lancar serta kurang mendapatkan gangguan.

Dalam konteks ini, maka usulan Rachland Nashidik tentu tidaklah tepat. Justru koalisi - koalisi itu harus diperkuat. Terutama koalisi pemerintahan agar dalam periode keduanya ini Jokowi bisa langsung tancap gas dan tidak direcoki oleh masalah di lembaga legislatif.

Dalam arti tertentu, koalisi oposisi juga hendaknya bertahan supaya ada keseimbangan dalam menjalankan demokrasi yang sehat di negara ini.

Kalau saat ini koalisi oposisi nampaknya sedang mengalami masalah karena ditinggalkan oleh partai pendukungnya, maka hal itu memang situasi alami yang terjadi jika anggota koalisi tidak merasa mendapat keuntungan sebagai anggota koalisi tersebut.

Nampak dalam hal ini Nashidik agak rancu dalam menggunakan istilah koalisi dan kubu - kubuan.

Dalam kasus ini jelas sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara pembubaran koalisi dengan perpecahan yang terjadi di masyarakat akibat perbedaan pandangan politik mereka.

Perpecahan ini bisa dihentikan bukan dengan pembubaran koalisi. Masyarakat bisa lebih damai jika para elit politik sendiri menunjukkan teladan dan sikap kenegarawanan mereka. 

Pada saat politik panas seperti ini, tentu tidak tepat jika para elit politik justru saling memprovokasi. 

Karena jika seandainya pun koalisi di bubarkan, namun sikap provokatif itu tidak berubah maka pertikaian dan perpecahan itu tetap akan abadi.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun