Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenangan Reformasi, Unjuk Rasa Mahasiswa di Kota Abadi Roma

13 Mei 2019   20:40 Diperbarui: 13 Mei 2019   20:54 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Piazza Venezia Roma. Sumber gambar: rusrim.com

Rasanya baru terjadi kemarin. Ternyata sudah 21 tahun yang lalu peristiwa itu terjadi. Ya, peristiwa yang mengubah arah bangsa Indonesia, yakni tragedi krisis dan kejadian reformasi 98.

Waktu itu penulis sedang menuntut ilmu di Roma, Italia. Kota wisata yang seringkali juga di sebut sebagai Kota Abadi karena usianya memang sudah sangat lama.

Penulis ingat, gejolak di dalam negeri yang paling dirasakan adalah akibat krisis ekonomi harga dolar menjadi berlipat ganda. Sebagai mahasiswa yang memang sudah sederhana, karena krisis moneter itu menjadi jatuh miskin. 

Setiap kali mau belanja secara otomatis mengkalkulasi betapa mahalnya segala sesuatu. Akibatnya, seringkali menjadi ragu untuk membeli walau hanya mau makan sepotong pizza dan gelato atau es krim.

Gejolak politik yang terjadi di Indonesia juga sangat terasa. Berita di CNN dan BBC menjadi pedoman utama. Maklum, waktu itu belum banyak berita di internet. Media masa mainstream dari Indonesia seringkali tidak bisa dipercaya. Sehingga waktu itu media alternatif bawah tanah tumbuh subur. 

Kejadian yang paling menarik perhatian adalah demonstrasi mahasiswa yang waktu itu semakin bergolak. Segala sesuatu rasanya berjalan sangat cepat. 

Hanya dalam hitungan minggu gelombang demonstrasi mahasiswa itu ibarat air bah yang tidak terbendung. Terlebih ketika pahlawan reformasi mulai berjatuhan dengan adanya penembakan mahasiswa pada peristiwa Semanggi 1, Semanggi 2 dan Trisakti.

Rupanya panasnya semangat mahasiswa di dalam negeri juga membakar jiwa kami mahasiswa di luar negeri. Secara spontan kamipun mengorganisir diri untuk melakukan unjuk rasa. 

Walaupun jauh dari Indonesia, ada semacam rasa solidaritas dengan teman - teman mahasiswa yang sedang berjuang menggulingkan rezim Orde Baru di Jakarta. Apalagi sudah ada mahasiswa yang menjadi korban.

Penulis ingat bagaimana kami mempersiapkan segala atribut dan spanduk untuk demontrasi. Juga melayangkan surat ijin untuk unjuk rasa dan menghubungi media masa supaya demonstrasi itu diliput. 

Sambil mempersiapkan semua itu, kami tetap memantau perkembangan yang terjadi di tanah air. Kami tidak ingin, pada saat unjuk rasa yang sudah direncanakan, ternyata sebelumnya Soeharto sudah jatuh. 

Agak mengejutkan bahwa surat ijin unjuk rasa dari pemerintah kota Roma dengan mudah kami dapat. Semula kami pikir sulit mendapatkannya karena unjuk rasa itu diadakan di tengah kota Roma.

Ya, kami memilih lokasi demonstrasi di Piazza Venezia, di tengah kota abadi Roma.

Berdasarkan informasi dari tanah air, kami merencanakan demonstrasi pada tanggal 20 Mei 1998. 

Dengan membawa spanduk dan atribut demonstrasi kami sangat bersemangat meneriakkan tuntutan - tuntutan yang sama dengan para mahasiswa di tanah air. 

Demonstrasi kami di jaga ketat oleh polisi kota Roma sehingga kami bisa berunjuk rasa dengan aman.  Suasana yang sangat kontras dengan demonstrasi mahasiswa di tanah air yang kadang dikejar, dipukuli, ditembakkan kanon air dan gas air mata.

Akhirnya sejarah mencatat, satu hari setelah kami unjuk rasa Soeharto menyerahkan kekuasaannya pada Habibie. 

Terus terang ketika itu terjadi, rasanya seperti mimpi. Hampir tidak percaya bahwa Soeharto yang waktu itu nampaknya masih sangat kuat mau menyerahkan kekuasaannya begitu cepat. 

Penulis percaya, pasti tangan Tuhan ikut berperan dalam proses reformasi tersebut. Sangat sulit dibayangkan kalau Soeharto bersikeras bertahan dan menggunakan kekuatan penuh militer, pasti akan banyak korban berjatuhan di kalangan mahasiswa dan sipil. 

Dan kami yang berunjuk rasa baru tahu bahwa pada saat kami unjuk rasa intelijen Indonesia ternyata memata - matai kami. 

Setelah Soeharto jatuh, kami dapat kabar dari seseorang di kedutaan Indonesia yang mengatakan  bahwa jika Soeharto tidak jatuh, maka ada beberapa orang di antara kami tidak akan bisa kembali ke Indonesia.

Ya, peristiwa kerusuhan dan reformasi 98 adalah sejarah kelam bangsa ini. Sebagai bangsa kita tidak ingin kejadian memilukan ini terjadi lagi. Kita menolak setiap orang yang salah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan keluarga dan kelompoknya. 

Moga semua itu menjadi sejarah yang tidak terulang lagi. ***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun