Mohon tunggu...
Mario Senduk
Mario Senduk Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kontroversi Brent Spar, Kesalahan Strategi Komunikasi yang Berakibat Fatal

1 Desember 2017   00:30 Diperbarui: 2 Desember 2017   00:46 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

INTISARI

            Artikel ini menggunakan teori-teori dan ide dari komunikasi resiko untuk melihat bagaimana proses pembuangan oleh nama tempat penyimpanan minyak Brent Spar ini bisa menjadi isu internasional. Dalam artikel ini juga diberikan alasan-alasan oleh penulis mengapa Greenpeace sukses dalam mengkomunikasikan isu ini dan Shell/pemerintah Inggris Raya gagal. Brent Spar adalah tempat penyimpanan minyak yang dimiliki oleh Shell dan Exxon di lautan Atlantik utara. 

Yang menjadi perhatian adalah bagaimana pro dan kontra proses perizinan pembuangan limbah minyak ini terjadi. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat memalukan bagi Shell. Greenpeace dalam hal ini, khususnya aktivis mereka yang ada di Jerman melakukan kampanye besar-besaran untuk melawan penenggelaman Brent Spar di dalam laut. Kemudian dengan adanya kampanye ini, Jerman, Denmark dan Swedia menyayangkan hal tersebut. Argumen-argumen tentang bagaimana seharusnya Brent Spar ini dibuang sebenarnya banyak, tetapi masalah dan dampak lingkungan memainkan peran yang membuat kontroversi ini semakin memanas.

            Apa yang membuat kontroversi Brent Spar ini menarik adalah bahwa awal mulanya bukan merupakan permasalahan lingkungan, sampai Greenpeace menduduki Brent Spar pada akhir April 1995. Sejarahnya dimulai pada awal 1994, di mana dua perusahaan minyak raksasa Shell dan Exxon memiliki masalah pada pembuangan tempat penyimpanan minyak yang dinamakan Brent Spar ini. Tempat yang ada sejak 1976 ini, sudah tidak beroperasi lagi selama 5 tahun dan terlihat sangat mubazir. 

Menurut pandangan the International Maritime Organisation's menentukan bahwa menenggelamkan Brent Spar di laut adalah pilihan yang bisa diterima. Hasilnya, Shell ditugaskan untuk mempelajari sebanyak 30 prosedur teknis, keamanan, dan implikasi lingkungan tentang hal ini. Shell kemudian memunculkan empat pilihan berbeda:

  • Pembuangan di darat
  • Menenggelamkan tepat di lokasinya saat itu
  • Menguraikannya di lokasi saat itu
  • Membuangnya di dalam laut (tetapi dalam wilayah Inggris Raya )

Setelah mengevaluasi pilihan-pilihan ini, Shell memutuskan untuk mengimplementasikan empat pilihan tersebut dengan pertimbangan biaya dan dampak lingkungan yang kecil. Pilihan kedua yang paling realistis adalah pembongkaran Brent Spar di daratan, hal ini 4 kali lebih mahal dan 6 kali lebih beresiko untuk para pekerja, tetapi polusi lingkungannya tidak terlalu berbahaya. Pilihan lainnya terlihat tidak layak dan sangat berbahaya untuk lingkungan. Setelah itu, Shell meminta perizinan dari pemerintah Inggris Raya untuk membuang Brent Spar di dalam laut. Sebelum pemerintah Inggris Raya mengeluarkan surat izin untuk pembuangan tersebut, Greenpeace menduduki Brent Spar.

Seiring dengan okupasi yang dilakukan Greenpeace, krisis mulai muncul di depan muka Shell dan pemerintah Inggris Raya. Hal ini semakin menarik sejak media mengambil gambar dari aktivis Greenpeace yang berani menyemprotkan meriam air kepada kapal tugboat Shell. Sejak saat itu, kontroversi Brent Spar menjadi agenda utama media-media di Eropa. 

Greenpeace sangat menentang pembuangan Brent Spar ke dalam laut, sehingga mereka mengumpulkan tanda tangan yang berisi ajakan untuk melakukan boikot pom bensin yang dimiliki Shell. Boikot ini menjadi efektiv di Jerman, Belanda dan beberapa negara Skandinavia. Pada tanggal 23 Mei, akhirnya Shell bisa menyingkirkan para aktivis Greenpeace yang menduduki Brent Spar. 

Hal ini, memicu boikot yang semakin parah yang hasilnya 70% populasi di Jerman ingin memboikot pom bensin milik Shell. Kontroversi ini tidak berhenti begitu saja setelah menyingkirkan aktivis dari Brent Spar. Pada 5 Juni diadakan konferensi tentang perlindungan lautan utara di Denmark, diikuti pernyataan "halt" pembuangan di laut oleh Angela Merkel dan G7 summit di Kanada. Sepanjang krisis ini terjadi, Shell mendapatkan dukungan yang kecil. Hal ini mengakibatkan penjual minyak Shell yang turun drastis dan penyerangan pom bensin oleh pendemo pada saat itu.

Sebenarnya apa yang menjadi masalah? Mengapa Shell kehilangan kredibilitasnya? Kenapa publik sangat memprotes? Mengapa boikot berhasil? Menurut penulis, hal ini berkaitan dengan salahnya strategi komunikasi resiko yang dilakukan oleh Shell dan pemerintah Inggris Raya. Pertama, sikap Shell dalam mengambil keputusan bahwa pembuangan di dalam laut adalah pilihan yang paling baik dan Inggris Raya mendukung keputusan itu. Kedua, Shell terlihat serakah, karena Shell seharusnya bisa memilih pilihan yang lebih ramah lingkungan, dibandingkan membuangnya ke laut.

 Dalam hal ini, Shell kehilangan kredibilitasnya, karena memilih pilihan yang lebih murah. Ketiga, Shell menjadi target boikot yang mudah, karena Shell hanya memiliki pom bensin, tidak memiliki merk atau produk lain. Keempat, para politisi yang terlibat sangat menolak pembuangan limbah di laut. Negara-negara seperti Jerman, Denmark, dan Swedia yang menjadi negara yang paling menentang, tidak memiliki cadangan minyak sendiri, sehingga mendukung protes terhadap Shell tidak mempengaruhi mereka secara ekonomi. Terakhir, terdapat pelajaran moral dalam hal ini. "One should not dump in it as it supposedly has not been dumped before".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun