Kekayaan sejati bukan terletak pada seberapa banyak yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita menyikapinya
Hidup selalu bergerak dalam dua kutub: keterbatasan dan kelimpahan. Ada saatnya kita berada di titik terendah, merasakan kekurangan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, ada pula masa ketika segalanya terasa cukup, bahkan berlimpah. Dalam kedua keadaan ini, karakter sejati seseorang akan diuji, bukan hanya oleh keadaan itu sendiri, tetapi oleh bagaimana ia menyikapinya.
Ketika hidup terasa sulit dan serba terbatas, kesabaran menjadi kunci. Kesabaran bukan sekadar menunggu keadaan membaik, tetapi tentang bagaimana kita tetap menjaga martabat, tidak mengorbankan nilai-nilai diri, dan tetap berusaha. Banyak orang yang kehilangan arah saat berada dalam kekurangan, memilih jalan pintas yang merusak, atau tenggelam dalam rasa iri terhadap orang lain. Padahal, justru di saat seperti itulah mental kita ditempa agar lebih kuat dan bijaksana.
Sebaliknya, saat kehidupan memberi kelimpahan---baik dalam bentuk materi, kekuasaan, atau kesuksesan muncullah ujian baru: bagaimana kita menjaga adab. Keberlimpahan sering kali membuat seseorang lupa diri. Ketika sudah merasa berada di atas, sebagian orang menjadi sombong, mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan memandang rendah mereka yang dulu pernah berjalan bersamanya. Adab adalah benteng yang menjaga agar keberlimpahan tidak menjadikan kita kehilangan arah.
Siapa diri kita sejatinya bukan ditentukan oleh apa yang kita miliki atau tidak miliki, melainkan oleh bagaimana kita bersikap dalam dua keadaan tersebut. Kesabaran dalam keterbatasan dan adab dalam kelimpahan adalah dua sisi dari cerminan diri. Jika kita mampu menjaganya, maka kita telah memenangkan ujian kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI