Mohon tunggu...
Vina Idamatusilmi
Vina Idamatusilmi Mohon Tunggu... Lainnya - Amateur Writer

Writer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Stigma Menjadi Predikat di Mata Masyarakat

31 Juli 2020   04:00 Diperbarui: 31 Juli 2020   04:38 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan ini hanya berkaitan dengan pengalaman saya dan apa yang saya lihat di lingkungan sekitar 

Jadi dua tahun lalu saya salah satu anak dari pedagang yang mempunyai mimpi tinggi , sampai sekarang juga masih anak pedangang si.Setelah lulus SMA saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan saya di salah satu perguruan tinggi.Saya hidup di desa yang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat kota atau kabupaten saya sendiri hehehe,tapi saya punya cukup banyak teman , lebih laah dari jumlah jari tangan sama jari kaki.Kalau dari desa saya sendiri , ada teman – teman SD , bisa dibilang tetangga juga.

Kebetulan sampai sekarang kita masih akur – akur aja.Tapi , namanya juga manusia pasti punya tujuan hidup berbeda – beda , punya mimpi masing – masing. Salah satu alasan itu menjadi dasar setelah selesai dari pendidikan menengah pertama ada yang sudah langsung melanjutkan bekerja , ada juga yang setelah selesai menempuh pendidikan menengah kejuruan baru terjun di dunia kerja.Kalau dilihat – lihat memang di desa saya masih minim anak muda yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi , banyak sekali alasan yang membuat pupus harapan untuk melanjutkan pendidikan.

Selain alasan di atas , ada juga yang berkaitan dengan biaya pendidikan , sudah malas untuk berpikir yang rumit , pendidikan tinggi tidak menjamin jadi orang sukses dan lain – lainnya.It’s okay laah , saya juga awalnya berfikir begitu hehehe .Tapi setelah saya memutuskan untuk lanjut di perguruan tinggi , pikiran – pikiran itu saya coba hilangkan,saya coba penuhi otak saya dengan hal – hal positif. Namun , ada saja stigma yang diberikan tetangga terhadap saya , setelah mereka tau kalau saya melanjutkan di perguruan tinggi.

Ada yang sengaja membicarakan saya di belakang seperti “Halah , arak duwur – duwur sekolahe , cah wedok tetep nang pawon.” (Halah , mau tinggi – tinggi sekolahnya , anak perempuan tetap di dapur) , “Kerjo oleh duit , sekolah moroti duit wong tuo.”(Kerja dapat uang , sekolah ngurangin uang orang tua).Sebenarnya , kalimat – kalimat itu tidak saya permasalahkan , saya juga sudah tutup telinga dari awal masuk perguruan tinggi.Tapi , beda lagi kalau sudah di dengar orang tua kita.Pasti ada laah sedihnya , walaupun nanti kalau ditanya jawabnya enggak.

Selain dari bualan tentang pendidikan saya , masih banyak cerita lain yang dekat – dekat dengan stigma yang masih umum di lakukan oleh masyarakat di lingkungan saya ini.Seperti anak perempuan yang memasuki sekolah di mana sekolah tersebut banyak anak laki – laki akan dianggap “Anak nakal”.Kemudian masih di dunia pendidikan , ada salah satu sekolah yang sangat banyak dimasuki oleh teman - teman saya tetapi memiliki stigma buruk kalau memasuki sekolah tersebut nanti akan jadi pengangguran atau susah kerja.Padahal kalau saya lihat antara kerja sama eggaknya itu tergantung niat , keseriusan dari diri sendiri sama usahanya , nyatanya banyak dari lulusan sana yang berhasil memasuki perusahaan ternama.

Lanjut , kalau ada anak yang pulang sekolah sampai malam juga menjadi bahan perbincangan hangat tetangga.Entah akan mendapat label “Anak nggak bener” atau yang lainnya.Padahal belum tau , mungkin anak itu ada kegiatan kepanitiaan atau les atau yang lainnya.Masih ada yang lain , kata “Anak Nakal” di daerah saya juga dikalungkan pada anak – anak yang kalau pulang ke rumah sering membawa pacarnya , anak - anak yang suka mabuk , anak – anak yang tidak mematuhi peraturan atau tata krama dan sebagainya.

Bahkan kata nakal itu sudah sangat biasa diucapkan oleh masyarakat dan diajarkan sejak dini.Pernah saat saya SD , guru saya sering mengatakan “Memang si A itu nakalnya minta ampun.”Dan dari pengalaman saya , si A jadi tambah nakal karena sudah dianggap nakal dari awal.Stigma lain seperti Pencuri , Pembohong juga sangat umum ada dikalangan masyarakat.Bahkan saya rasa setiap warga dari desa ini mempunyai stigma masing – masing yang menjadi predikat melakat di diri mereka.

Dari contoh stigma yang saya ceritakan di atas itu masih bagian tersedikit dari stigma yang umum berada dalam masyarakat.Sebenarnya , jenis stigma sendiri beragam seperti Labeling , Stereotip , Pengucilan , Prasangka dan Diskriminasi pun masuk dalam daftar ini.Saya akui tidak apa – apa jikalau stigma itu masih ada di masyarakat , saya anggap wajar juga , karena usia masyarakat di sini beragam.Ada yang mulai terbuka dengan keadaan saat ini , ada yang masih terikat dengan keadaan masa lalu.Masyarakat di sini juga tidak terlalu memahami apa itu stigma , apa akibatnya kalau memberi stigma buruk atau baik ke orang lain.Kebanyakan dari mereka juga tidak sadar kalau sudah menyebarkan stigma.

Namun, yang menjadi permasalahan utama di sini , yaitu reaksi dari orang yang telah mendapat stigma.Kebanyakan dari yang saya lihat , orang yang mendapat stigma buruk atau label ada yang memeperbaiki perilakunya agar masyarakat menghilangkan stigma buruk tersebut.Akan tetapi , keadaan masyarakat yang sudah terlanjur memaku perilaku yang menurut mereka buruk , stigma buruk di masyarakat pun susah untuk dihilangkan.Selain memperbaiki perilaku , ada juga yang memperburuk stigma , agar buruk sekalian di mata masyarakat , kalau bahasa jawanya “Sekalian Ndadi”.Nah lain lagi , banyak pula dari yang mendapat stigma , tidak peduli atau “luweh – luweh”.

Pemberian stigma buruk yang keterlaluan juga sebenarnya mengganggu psikis individu atau orang yang mendapat stigma , kadang mereka jadi kehilangan percaya diri di hadapan publik , merasa kesepian , stres , sedih dan sering dijauhi oleh orang lain.Pernah sekali saya membaca , dampak dari stigma buruk yang keterlaluan , bisa membawa individu yang mendapat stigma ke gerbang maut dengan mencelakai diri.Jikalau hal ini sampai terjadi , hal ini sudah masuk dalam kasus pelanggaran HAM yaa..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun