Mohon tunggu...
Maria Suniati Gultom
Maria Suniati Gultom Mohon Tunggu... Mahasiswa - Duta Generasi Berencana Kota Bengkulu Tahun 2021

Salam GenRe! Cara terbaik memprediksi masa depan adalah dengan merencanakannya, Maka ayo rencanakan masa depanmu karena berencana itu keren!!

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Covid-19 dalam Perdagangan Internasional, Check!

19 November 2020   11:53 Diperbarui: 19 November 2020   20:24 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beranjak ke kebijakan nasional, terdapat Permendag No. 23 Tahun 2020 tentang larangan ekspor dan diubah dengan Permendag No. 31 Tahun 2020, disebutkan bahwa Indonesia melarang ekspor antiseptik, masker, bahan baku masker, alat pelindung diri, etil alkohol, disinfektan, Track Suit, Ski suit, dan pakaian renang, serta garmen lainnya, dan barang jadi lainnya termasuk pola pakaian lainnya, disamping ada larangan impor, terutama komoditi dari cina.

Respon negara terhadap Covid-19 memiliki dasar hukum yang kuat baik menurut peraturan internasional maupun nasional. Jadi, permasalahannya bukan dengan legality. Banyak negara yang menerapkan kebijakan dan menganggu pasokan barang medis sehingga semua negara mengalami kesulitan menyediakan barang medis maka dari itu memerlukan mekanisme inovatif. Lalu permasalahannya apakah tepat melakukan ini walaupun legal . Di sisi lain, semua negara melakukan pembatasan ekspor demi melindungi kepentingan negaranya.

Di Jenewa, proses perundingan terhenti karena persoalan prosedural. Bagaimana negara mengambil keputusan, mengambil komitmen yang efektif dan subtantif melalui dunia maya. PBB di New York melakukan pertemuan walaupun tanpa mengambil keputusan, keputusan diambil melalui korespondensi. Jadi, permasalahan prosedural, yaitu tiap organisasi internasional memiliki dinamika tersendiri. Negara berkembang juga enggan untuk melakukan komitmen untuk hal subtantif dirasa kurang pas dengan situasi terkini dan fokus mereka adalah upaya nasional mereka dalam menghadapi Covid-19 di dalam negeri. 

Oleh karena itu, negara maju secara inovatif mengusulkan Ministerial Statement On Covid-19 dan Multilateral Trading System, meskipun mendapat dukungan dari negara-negara maju, tetapi hal tersebut tidak mendapat dukungan dari negara berkembang, karena walaupun elemennya cukup baik dan niatnya untuk mengatasi kekurangan suplai namun adanya agenda liberalisasi yang akan merugikan negara berkembang sehingga deklarasi ini tidak mendapat dukungan.

Kemudian, mengenai Hak kekayaan Intelektual yang berkaitan erat dengan hukum perdagangan internasional yang diatur di TRIPs (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights), dulunya tujuan TRIPs adalah melakukan universalisasi standar perlindungan hak kekayaan intelektual. TRIPs sempat dikecam NGO (Non Government Organitation) karena negara maju berperan sebagai produsen teknologi dan negara berkembang harus membeli teknologi dan inovasi tersebut dengan harga yang mahal. Maka, 90% hak paten di Indonesia dimiliki negara asing, artinya ada dominasi oleh negara maju. 

Pasal 8 ayat 1 TRIPS mengatakan bahwa negara dapat mengambil langkah-langkah yang perlu untuk melindungi kepentingan publik, yang penting untuk hubungan sosial ekonominya. Sepanjang konsisten dengan aturan-aturan TRIPs  secara umum. Negara memiliki keleluasaan dalam menerapkan hak kekayaan intelektual. TRIPs  juga diperlukan untuk negara berkembang untuk menghindari penyalahgunaan hak paten. 

Tantangan utama semua negara ditengah pandemi ini adalah penemuan obat atau vaksin yang efektif untuk Covid-19 karena sejauh ini belum ada yang 100% efektif. Namun hal lain yang penting adalah, bagaimana kita berhadapan dengan Hak Paten. Obat dan vaksin dilindungi Hak Paten sehingga Hak Paten hanya akan membuat obat atau vaksin tersebut sulit untuk dijangkau dan mahal. 

Tentu negara-negara berlomba untuk mendapatkannya dan tentu negara maju dan memiliki kekuatan ekonomi akan lebih cenderung mendapatkan obat dan vaksin tersebut. Oleh karena itu, negara berkembang memerlukan keleluasaan dalam masalah ini.

Pada Article 31 TRIPs menyebutkan bahwa adanya Compulsory Licensing atau lisensi wajib, di mana diperkenankan apabila pemerintah memperkenankan seseorang memproduksi sebuah produk yang telah dipatenkan tanpa persetujuan dari pemilik paten. Hal ini dimungkinkan dengan syarat adanya kepentingan mendesak secara nasional, dan hanya untuk kebutuhan dalam negeri. Keleluasan ini berlaku untuk semua jenis produk, dengan adanya batas waktu.  

Di Indonesia hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten. Jadi, sebenarnya paten pada Vaksin Covid-19 bisa diberikan tanpa mengabaikan kepentingan umum dengan pelaksanaan paten oleh pemerintah (Government Use). Hal ini diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2016 bab VIII pasal 109 tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah, bahwa pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat yang bersifat non-komersial dan sebatas memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Mengenai produknya juga dijelaskan dalam pasal 111, yaitu produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian dan merupakan Kedaruratan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Tantangannya adalah Indonesia dapat memproduksi vaksin, tetapi tidak dapat menyediakan bahan baku. Oleh karena itu, perlu impor obat dan vaksin dari Negara lain. Untuk alat kesehatan, UU tidak memungkinkan impor namun TRIPs memungkinkan.  Essential security interest Pasal 73 TRIPS mengatur mengenai kepentingan keamanan sosial. Waiver, Negara-negara anggota WTO bisa menyampingkan semua kewajiban- kewajiban dari negara dimana harus diputuskan oleh seluruh Menteri Perdagangan di dunia secara bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun