Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembasuh Peluh

26 Januari 2023   07:23 Diperbarui: 26 Januari 2023   07:32 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                                                                                                 Pembasuh Peluh 

M. Hamse

Perempuan cantik itu masih gelisah. Derita yang dialaminya menjadi ketakutan baru dalam hidupnya. Saat malam kembali menghiasi bumi, ia tidak merasakan ketenangan seperti yang di rasakan orang lain. Ia tidak bisa sejenak damai dengan hatinya yang teraniaya penderitaan yang diciptakan ibunya. Air mata itu sudah lama menemani hari-harinya. Ia tidak pernah tenang, jiwanya selalu resah. Ia tidak pernah merasakan belaian dan kehangatan suaminya sejak ia menikah beberapa bulan lalu. Sang suami selalu pulang larut malam dengan alasan pekerjaan di kantor sangat banyak.

Sebagai seorang istri ia menghormati suaminya. Dan apa yang ia lakukan tidak sedikitpun dibalas dengan senyuman oleh suaminya. Yang ia dapat justru ocehan suaminya yang menyakitkan. Ia butuh seseorang yang mendengarkan kisahnya, menatap matanya yang penuh dengan air mata dan menghapusnya.

"Aku bosen dengan rumah tanggaku Rin. Aku muak dengan suamiku. Ia tidak sedikitpun membahagiakan aku," katanya suatu hari kepada rekan kerjanya.

"Sabarlah, Din. Suamimu sibuk dengan pekerjaannya, jadi maklumilah hal itu."

"Tapi Rin, apa ia tak punya waktu sedikitpun untuk aku?" ujarnya dengan air mata membasahi pipi. 

Rini sahabatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Dinda. Sementara air mata Dinda terus mengalir. Ia sandarkan kepalanya ke bahu sahabatnya. Rambut indahnya masih terurai indah di belakang punggungnya. Hari itu ia habiskan waktu dengan sahabatnya. Ia tumpahkan semua kekesalan tentang suaminya.

Masalah demi masalah ia hadapi dengan suaminya. Hatinya terus menangis menambah kepedihan jalan hidupnya. Pernikahan atas dasar pilihan ibunya itu ternyata tidak bisa membuatnya bahagia. Rumah adalah neraka baginya. 

Tempat di mana ia tersiksa dan merana sepanjang waktu. Jauh dalam sukmanya ia ingin sekali kabur dari penderitaan itu. Ia ingin berlari sekuat tenaga untuk mendapatkan seberkas cahaya yang menyinari hatinya yang tersaput derita. Pandangan matanya kusut seketika kala ia membayangkan ayahnya yang terbaring kaku di rumah sakit. Ayahnya di rumah sakit sejak dua tahun lalu. Ayahnya menderita stroke. Setiap hari ibunya menemani ayah di rumah sakit. Sakit yang dialami ayahnya membuat penderitaan itu bertambah berat.

Dulu saat ayahnya masih sehat, kehidupan keluarga kecil nan sederhana itu sangat bahagia. Ia selalu tersenyum. Wajahnya selalu ceria. Sebagai anak tunggal ia mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari orang tuanya. Ayahnya adalah pengusaha sukses. Harta meraka lumayan. Cukup untuk membahagiakan seisi rumah. Sejak ayahnya sakit, harta yang dikumpulkan ayahnya mulai berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun