Mohon tunggu...
mariakambiu
mariakambiu Mohon Tunggu... ingin menjadi jaksa

hobi membaca,menulis,menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kasus Eksekusi Mati terpidana Narkoba: Freddy Budiman

8 Juni 2025   20:37 Diperbarui: 8 Juni 2025   20:37 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, artinya Narkoba dapat menyebabkan kecanduan (adiksi). Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa narkotika merupakan obat yang mampu memberi efek tenang pada saraf, dapat menghilangkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan rasa ingin tidur (mengantuk) atau dapat menimbulkan rangsangan (Sugono, 2008). Istilah lain Narkoba yakni NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) yang arti bahan atau obat yang apabila dikonsumsi (diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikan) akan mempengaruhi fungsi kerja otak, dan bila dikonsumsi terus menerus akan menyebabkan gangguan pada kondisi fisik, psikis, dan fungsi sosialnya, dan dapat menyebabkan ketagihan (adiksi) dan ketergantungan. Fakta lainnya juga menunjukan bahwa konsumsi NAPZA dapat menyebabkan perubahan emosi atau suasana hati, berpengaruh pada suasana pikiran juga pada perilaku. Negara Indonesia saat ini sudah dalam kondisi darurat narkoba. Pesatnya peredaran gelap narkoba di Indonesia salah satunya disebabkan karena pesatnya kemajuan dan perkembangan informasi serta teknologi transportasi. Fenomena penyebaran narkoba saat ini telah beredar di seluruh pelosok wilayah dan menyasar seluruh lapisan masyarakat tanpa melihat status sosial masyarakat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa narkoba telah mampu menjangkau berbagai kalangan. Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia menghadapi peningkatan jumlah pengguna narkoba serta berkembangnya jaringan narkotika internasional yang menjadikan Indonesia sebagai pasar sekaligus jalur transit. Salah satu kasus paling mencolok yang menggambarkan besarnya persoalan narkoba di Indonesia adalah kasus Freddy Budiman, seorang narapidana sekaligus bandar narkoba yang tetap mampu menjalankan bisnis narkotika berskala besar meskipun berada di balik jeruji besi. Freddy Budiman menjadi simbol kegagalan sistem pemasyarakatan dan lemahnya pengawasan di lembaga permasyarakatan. Kasus Freddy Budiman tidak hanya mencerminkan buruknya pengawasan dalam sistem pemasyarakatan, tetapi juga memperlihatkan  lemahnya implementasi kebijakan pemberantasan narkoba. 

Permasalahan:

1. Bagaimana Freddy Budiman bisa menjalankan bisnis narkoba didalam Penjara?

2. Apakah hukuman mati efektif sebagai efek jera dalam kasus narkotika berat seperti Freddy Budiman?

3. Apa dampak dari lemahnya sistem pengawasan pemasyarakatan terhadap pemberantasan narkoba di Indonesia?

Pembahasan

Freddy Budiman lahir pada 18 Juli 1977 di Surabaya, Jawa Timur. Ia adalah tersangka pengedar narkoba yang dihukum mati pada 29 Juli 2016 di Cilacap, Jawa Tengah. Freddy Budiman juga menjadi terkenal akibat perlakuan istimewa dengan mendapat ruangan untuk berhubungan seksual, berdasarkan pengakuan kekasihnya sebelum ia dieksekusi. Walau sudah berkali-kali tertangkap dan dipenjara, tetapi Freddy tidak pernah bertobat mengonsumsi atau bahkan mengedarkan narkoba. Ia pernah ditangkap pada tahun 2009 karena memiliki 500 gram sabu, dan divonis 3 tahun 4 bulan penjara atas kasus tersebut. Tahun 2011, ia kembali berurusan dengan petugas karena memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat ekstasi. Tak kapok, Freddy lalu menjadi terpidana 18 tahun karena kasus narkoba di Sumatera dan menjalani masa tahanannya di Lapas Cipinang. 

Meskipun sudah ditangkap berkali-kali, Freddy Budiman tidak pernah kapok untuk melakukan kejahatan serupa. Walau berstatus sebagai narapidana yang akan di eksekusi mati, Freddy malah melakukan bisnisnya didalam Penjara. Freddy menjalankan bisnis jual beli Narkoba di dalam penjara, ia tertangkap mengimpor 1,4 juta butir ekstasi dari Tiongkok. Tahun 2014, ia membuat pengakuan mengejutkan kepada Haris Azhar kalau dirinya meminta bantuan polisi, BNN, dan Ditjen Bea dan Cukai untuk memasukkan narkoba ke Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena lemahnya sistem pengawasan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Freddy mengklaim mengeluarkan miliaran rupiah untuk melancarkan operasinya, termasuk untuk menyuap aparat agar bisa mendistribusikan narkoba dan mendapatkan fasilitas mewah di dalam penjara. Kombes Pol Slamet Pribadi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN), memberikan beberapa pernyataan terkait kasus Freddy Budiman, seorang terpidana mati yang terlibat dalam peredaran narkoba skala besar. 

Slamet menegaskan bahwa BNN tetap berkomitmen untuk memberantas peredaran gelap narkoba hingga ke akar-akarnya. Ia menyatakan bahwa jika terbukti adanya keterlibatan oknum BNN dalam membantu bisnis narkoba Freddy Budiman, maka BNN akan memberikan sanksi tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Slamet mengungkapkan bahwa Freddy Budiman bukanlah bandar narkoba kelas kakap. Ia menyebutkan bahwa ada bandar besar lain yang berada di balik Freddy Budiman, seperti Chandra Halim alias Akiong, yang sudah divonis hukuman mati oleh pengadilan. Menurutnya, Freddy pandai membuat sensasi dan memainkan opini publik. "Enam bulan yang lalu BNN menerima laporan dari PPATK hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan yang berlatar belakang narkotik," kata Kabag Humas BNN Komisaris Besar Pol Slamet Pribadi di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu. Ia menuturkan menyelidiki aliran uang terkait laporan PPTAK bukan perkara mudah, butuh waktu yang cukup lama untuk menelusurinya. Slamet menegaskan isu uang Rp3,6 triliun itu telah disampaikan Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso lima bulan yang lalu. 

Uang itu disebut-sebut diduga hasil bisnis narkoba jaringan Freddy yang ada diseluruh Indonesia. Menurutnya laporan temuan PPATK tersebut saat ini sedang diselidiki oleh Divisi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) BNN dan pihaknya sudah menjelaskan sejak lima bulan lalu. "Sampai saat ini lapiran hasil analisis PPATK terkait aliran dana yang mencurigakan tersebut masih dalam penyelidikan," tuturnya. Penyelidikan kasus TPPU membutuhkan waktu yang lama dan karena ini jumlahnya sangat besar maka membutuhkan waktu sekitar 2 sampai 3 tahun. Slamet menambahkan pihaknya belum dapat menyimpulkan laporan PPATK tersebut ada kaitannya dengan gembong narkoba Fredy Budiman atau tidak. "kami belum bisa menyimpulkan apakah terjait dengan Fredy atau tidak, karena ini menyangkut aturan perbankan," kata Slamet Pribadi. Slamet mengonfirmasi bahwa BNN sedang menyelidiki temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai aliran uang ratusan miliar dari Freddy Budiman. Ia menjelaskan bahwa penyelidikan terhadap aliran uang memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan bisa sampai tiga tahun. Secara keseluruhan, pernyataan-pernyataan dari Kombes Pol Slamet Pribadi menunjukkan bahwa BNN berusaha untuk menanggapi serius kasus Freddy Budiman dan berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap informasi yang berkaitan dengan peredaran narkoba dan potensi keterlibatan oknum aparat.

 Freddy bukan pelaku tunggal. Ia adalah bagian dari jaringan internasional peredaran narkotika, termasuk dari China dan Malaysia. Jaringan ini tetap berjalan melalui kaki tangan yang bekerja di luar penjara, sementara Freddy bertindak sebagai pengendali. Dengan modal, koneksi, dan aparat yang bisa "dibeli", Freddy tetap bisa menjalankan operasinya seperti seorang CEO dari balik jeruji. Freddy Budiman divonis hukuman mati karena terbukti melanggar pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam kasus terakhirnya, ia menjadi otak penyelundupan 1,4 Juta Pil ekstasi. Aparat mengendus ada yang berbeda dengan kamar penjara Freddy di LP Cipinang. Setelah digerebek, terungkap Freddy membuat pil ekstasi di dalam kamarnya. Dia bekerja sama dengan para sipir penjara. Freddy Budiman dieksekusi pada tanggal 29 Juli 2016 di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Hukuman mati kepada tersangka pengedar atau pengguna narkoba mendapat efek pro dan kontra. Karena bisa dilihat dari kasus Freddy, walaupun sudah dipidana sebagai tersangka pengedar Narkoba namun tidak jera. Walau dibalik jeruji penjara Freddy tetap menjaalankan aksinya untuk mengedarkan narkoba, ini justru membuat narkoba malah merajalela di Negara kita. Banyak pelaku narkoba, terutama kurir, adalah korban ekonomi atau dipaksa oleh sindikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun