Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Trainer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan untuk Ananda Dalam Bingkai Media Sosial

29 Mei 2016   21:14 Diperbarui: 30 Mei 2016   13:12 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zara dan ayah (dok. Camilla Azzahra)

Zara, putri Ridwan Kamil pastinya bangga dan senang karena ibunya, Atalia Praratya kerap menyajikan hidangan yang disukai keluarga. Foto masakan itu diunggah Atalia di media sosial, facebook, dengan penjelasan cara membuatnya dipelajari ketika Ridwan Kamil masih kuliah di USA. Melalui akun ini pula, Atalia sering menulis status yang berisi keseharian bersama anak-anak dan suaminya.

Ketika orang tua gelisah menghadapi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), Atalia berceritera bahwa dirinya pernah mengalami situasi yang sama. Posisinya memungkinkan dia menggunakan cara licik agar Eril, si sulung diterima di sekolah favorit. Tapi tak dilakukannya karena akan membuat Eril menganggap bahwa semua bisa dibeli dengan uang. Yang berarti Ridwan Kamil dan Atalia telah mencetak satu calon koruptor.

“ Eril sempat tidak mau bicara selama seminggu. Tidak mau makan. Dan saya sempat menangis, karena didalam kebimbangan saya terbersit , kenapa tidak memperjuangkan secara “maksimal” apa yang menjadi harapan anak saya. Sedih ….. sedih sekali… Tapi jauh didalam lubuk hati yang paling dalam ….saya menolak. Saya menolak mengajarkan anak saya ketidakjujuran…..saya menolak membuat anak saya merasa bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan dengan uang”.

Kutipan status akun facebook Atalia Praratya
Kutipan status akun facebook Atalia Praratya
Mempercayai dan menghargai anak, adalah kunci keberhasilan pendidikan. Biarkan anak menjalani proses demi proses, agar dia memahami konsep secara utuh dan mampu melewati rintangan hidup. Sesuai dengan semboyan pendidikan yang diperkenalkan Ki Hajar Dewantara: Tut Wuri Handayani (dari belakang memberikan dorongan dan arahan) ; Ing Madya Mangun Karsa ( disamping anak untuk membangun prakarsa, ide/ gagasan ); Ing Ngarsa Sung Tulada (berada di depan untuk menjadi contoh/teladan bagi anak).

Jika semua pihak ( ayah, ibu , guru dan anggota masyarakat lainnya) sepakat bahwa pendidikan merupakan tugas bersama, maka semestakung, semesta akan mendukung mewujudkan generasi muda berakhlak mulia, cerdas, jujur serta mampu menyelesaikan rintangan-rintangan.

Dalam prosesnya, jangan heran jika terjadi hal-hal tak terduga. Seperti ceritera Hasanudin yang mendapat pengetahuan baru dari Sarah, Rifi berulangkali dikritik Ade, suatu kali Zara mengunggah foto yang menunjukkan kedua orangtuanya sedang sibuk dengan gadget masing-masing sambil menunggu makanan datang.

Menungguvmakanan tiba (dok. Camilla Azzahra)
Menungguvmakanan tiba (dok. Camilla Azzahra)
Kritik merupakan keniscayaan sebagai hasil proses pendidikan yang sesuai 3 semboyan Ki Hajar Dewantara. Mereka harus berani mengatakan: tidak, karena generasi muda terdidik Indonesia bukanlah pembebek, mereka berdaulat. Kelak, diatas pundak mereka, masa depan Indonesia diletakkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun