Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... Administrasi - S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RKUHP Gegerkan Indonesia, Receh to the Max

25 September 2019   12:33 Diperbarui: 25 September 2019   12:44 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merdeka.com

Undang-undang sejatinya bertujuan melindungi dan memberikan rasa aman serta menjamin hak-hak masyarakat terpenuhi dengan baik. Tapi apa jadinya jika undang-undang seperti RKUHP yang baru-baru ini viral justru mengekang kehidupan masyarakat secara pribadi bahkan membatasi ruang gerak masyarakat untuk menyuarakan pendapat dan menjalankan apa yang menjadi haknya seperti dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 432 mengatur tentang perempuan yang berkerja dan harus pulang malam, lalu terlunta-lunta di jalanan dikenai denda Rp 1 juta.

Memang, saya rasa bagus jika perempuan tidak diperkenankan untuk pulang malam dengan alasan keamanan, tapi cobalah berpikir lebih dalam. Ini sama sekali bukan ranahnya pemerintah untuk ikut mencampuri urusan pribadi masyarakat entah dia mau pulang malam atau pulang dini hari sekalipun. 

Lagipula, tidak semua perempuan yang bekerja lalu pulang larut bertindak melawan hukum atau asusila bukan? Tidakkah kita berpikir bahwa kepulangan mereka pada saat itu dikarenakan harus menyelamatkan nyawa orang lain yang mengalami kecelakaan atau penyakit berat tiba-tiba, menjaga keamanan kantor/toko/mall/sekolah bahkan menyelesaikan sebuah pekerjaan yang jika tidak dilakukan malah membahayakan orang lain seperti pekerja konstruksi jalan dan bangunan, satpam, dokter, perawat, petugas farmasi dan lainnya apakah ini sungguh sebuah bentuk pelanggaran baru? 

Lantas, dikarenakan ada pasal tersebut pekerja-pekerja di atas dianggap berhak melakukan eutanasia kepada pasien, membiarkan kantor/toko/mall/sekolah kemalingan atau dirusak pihak tidak bertanggung jawab, atau terjadi kecelakaan akibat konstruksi yang ditinggal begitu saja di malam hari demi tidak mengeluarkan 1 juta dari dompet mereka kepada pemerintah?

Pasal 419 mengatur setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Hidup bersama layaknya suami dan istri tanpa terikat perkawinan alias kumpul kebo sudah lazim dilakukan pasangan di negara barat. Tak heran, Australia pun menyoroti dengan tegas pasal ini bahkan juga mewanti-wanti warganya yang akan berlibur ke Indonesia. 

Tapi, sekali lagi tapi, peraturan ini sama sekali bukan hak pemerintah sekalipun tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Bukankah hal kumpul kebo ini menjadi ranah hukum agama dan yang berhak memutuskan hukumnya adalah sang pemuka dari setiap agama masing-masing? 

Berilah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, berikan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan sepertinya sangat sesuai untuk kasus ini. Untuk apa pemerintah repot-repot mengatur dalam KUHP, melakukan penggrebekan di setiap rumah/apartemen/hotel/indekos tercurigai lalu memenjarakannya bila terbukti benar adanya? Toh ini urusan mereka dengan Tuhan karena melanggar perintah Tuhan yang jelas tertulis di kitab suci, tidak ada hubungannya dengan pemerintah, bukan begitu?

Pasal 278 dan 279 ayat 1 & 2 menyebutkan bahwa setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II atau Rp 10 juta dan menulis bahwa ternak sebagaimana dimaksud pada pasal 279 ayat (1) dapat dirampas untuk negara.

Didenda karena unggas berkeliaran? Saya ingin tertawa terbahak-bahak. Namanya juga makhluk hidup, ia sudah selayak hidup bebas di alam untuk mencari makan dan bertahan hidup juga biar tidak stress donk lagian kan si hewan mana tau itu lahan orang lain atau lahan majikannya, sungguh kasian si hewan ini. Ada-ada saja aturan seperti ini.

Pasal 239 RKUHP mengatur tentang Santet dan Ilmu Hitam. Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Astaga, pemerintah ngurusin santet? Demi apa? Sama seperti pasal kumpul kebo tadi, ini seharusnya jadi ranahnya hukum agama dan yang berhak menentukan tindakan ini diperbolehkan apa tidak, perlu dihukum apa tidak ya pemuka agama lah. Moso bagiannya pastur atau ustad atau biksu disabet pemerintah juga ya kasian atuh.

Pasal 414 dan 416 RKUHP mengatur bahwa setiap orang, bahkan termasuk orang tua, yang  bukan merupakan petugas berwenang, dengan sengaja menunjukkan alat pencegah kehamilan di hadapan anak dikenai denda Rp 1 juta. 

Sementara pada pasal 415 RKUHP menyebutkan bahwa setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk menggugurkan kandungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Lah, bagaimana dengan supermarket Carrefour yang secara terang-terangan bertahun-tahun telah menjual alat kontrasepsi alias kondom seperti misalkan merk Durex atau Kamasutra dan dapat dilihat dan dibeli secara bebas oleh konsumen apakah sang pemilik juga dipidana? 

Lagipula, kondom tidak melulu untuk tujuan negatif kok, bisa juga kan untuk memberikan sex education pada anak dimana anak wajib tahu jadi tidak plonga-plongo ketika dewasa bahkan ketika ia menikah nanti.

Pasal Pasal 264 RKUHP yang berbunyi, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada malam hari; atau membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu.

Hati-hati kamu yang suka begadang sambil nyetel musik atau nyanyi kenceng-kenceng tengah malam, bisa didenda lho. Sanggup bayar?

Terakhir, Pasal 234 Adapun pidana denda maksimal Rp 10 juta maksimal dijatuhkan kepada setiap orang yang:

1. memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial;

2. mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;

3. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau

4. memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.

Di sini saya fokus ke aturan nomor 2, di mana bendera yang saya miliki sudah kusam dan luntur warna merahnya menjadi oranye maklum sudah 20 tahun lebih bendera itu saya miliki dan masih saya kibarkan kalau 17 Agustus, tanpa disetrika pula. 

Apakah saya sungguh benar-benar bisa didenda? Apakah tidak membuat si penangkap sekaligus pendenda saya sakit perut karena kebanyakan tertawa saat saya kepergok?

Saya secara pribadi sangat tidak menyetujui disahkannya RKUHP seperti ini. Bagaimana jika seluruh dunia tahu isi KUHP Indonesia seperti ini? Dampaknya luar biasa besar dan cenderung mematikan bangsa sendiri ke depannya. Masih mau ngotot?

Sumber:
kontan.co.id
tempo.co
detik.com
indozone.id
detik.com 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun