Perusahaan media kini semakin berkembang dan bertumbuh semakin banyak. Banyaknya perusahaan media yang muncul beriringan dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut memunculkan berbagai cara untuk menyebarkan informasi, melalui berbagai media.
Cara menyampaikan informasi pada jurnalisme masa lalu dan masa sekarang berbeda. Semakin berkembangnya jaman, penyampaian informasi kini semakin mudah dan cepat. Begitu juga dengan proses penerimaan kepada audiens, dimana audiens bisa memilih lebih banyak sumber informasi dimasa kini dibandingkan dengan masa lalu. Salah satu perkembangan yang ada dari penyebaran infromasi adalah melalui multimedia.
Penggunaan multimedia tidak membuat multiemedia memiliki definisi pasti. Bahkan penggunaan istilah "multimedia" masih sering membuat bingung. Multimedia diharapkan menggunakan berbagai teknologi baru dan teknik baru, sehingga lebih variatif dan memiliki karakteristiknya masing-masing.
Pembentukan multimedia storytelling sangatlah penting bagi perusahaan. Tapi kembali lagi, jurnalisme multimedia sendiri pun tidak memiliki definisi yang spesifik. Oleh karena itu, perusahaan media harus mengemas sebuah informasi lebih menarik dalam beberapa acuan.
a. Saling Melengkapi, Tidak Melakukan Pengulangan
Pada tiap-tiap media yang digunakan, diharapkan satu sama lain saling melengkapi. Sebisa mungkin menghindari adanya persamaan konten antar media. Jika terdapat pengulangan, mungkin hanya ssebatas diawal, namun isi dari pembahasan haruslah berbeda. Pengulangan bisa menyebabkan kebosanan, sehingga orang akan kehilangan rasa tertarik untuk mengikuti informasi. Orang biasanya akan merasa "kan sudah ada di video, untuk apa harus mendengarkan informasi yang pada dasarnya memiliki inti yang sama". Itulah mengapa, pembentukan cerita dibuat seolah menjadi bab-bab yang dikemas dalam teks, audio, video, gambar, dan lain-lain.
b. Integrasi Jenis Media
Dalam membuat storytelling informasi, diharapkan bahwa pada tiap media memiliki porsi yang sama. Maksudnya adalah antara teks, video, dan audio memiliki keseimbangan. Hal tersebut membuat informasi lebih menarik. Hal utama dari penyebaran informasi adalah isi informasi, bukan tata letak dari informasi tersebut.
c. Ringkas
Storytelling informasi yang akan dibuat oleh jurnalis harusnya mudah dimengerti dan tidak bertele-tele. Pembuat konten harusnya menyusun poin-poin apa saja yang akan dikemas menjadi sebuah konten. Jika isi dari konten terlalu banyak, biasanya orang akan sulit menemukan poin apa yangs sebenarnya ingin disampaikan oleh jurnalis. Penilaian sebuah informasi bukan dilihat dari sepanjang apa sebuah informasi disampaikan, tetapi sejauh mana informasi mudah dimengerti oleh orang.
d. Minimnya Interaksi Diwajarkan
Beberapa multimedia storytelling memang menerapkan sebuah ruang bagi media dan audiens untuk saling berinteraksi. Hal tersebut tidak diwajibkan, karena interaktif yang dimaksudkan adalah audiens bisa mengatur sendiri sampai dimana dirinya ingin memulai dan berhenti dalam  mengikuti informasi. Bahkan hyperlink pun sebenarnya baru bisa dikatakan "hampir" interaktif. Hal tersebut karena ketika audiens meng-klik link yang disediakan, kegiatan terseut hanyalah seperti sedang membuka lembaran buku yang baru.
e. Memberikan "Pengalaman"
Multimedia storytelling diharapkan bisa memberikan suatu pengalaman bagi audiensnya. Pengalaman tersebut dilihat dari bagaimana sebuah informasi dikemas, sehingga audiens bisa ikut merasakan sebuah informasi tersebut, seolah-olah ada didalamnya. Poin ini cukup penting karena dengan memainkan perasaan audiens akan membuat perusahaan media tersebut dianggap menarik, dan audiens akan kembali lagi untuk merasakan sensasi informasi lagi melalui perusahaan media tersebut.
f. Pandangan dari Sudut Pandang Jurnalis Masih Dibutuhkan
Jurnalis dituntut untuk menjadi pemasok informasi yang bersifat netral dan apa adanya. Maka terkadang, suatu informasi tidak bisa dikemas sesuai dengan sudut pandang jurnalis. Apalagi jurnalis juga dituntut untuk memiliki pemikiran yang sejalan dengan perusahaan medianya. Pada kenyataannya, audiens masih membutuhkan sudut pandang jurnalis tersebut. Alasan utamanya adalah karena jurnalislah yang merangkai informasi, maka besar kemungkinan jurnalis untuk berbagi informasi sesuai dengan pengalaman yang benar-benar dialaminya.