Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kecanduan dan Relasi Sosial

2 Mei 2020   14:16 Diperbarui: 4 Mei 2020   21:52 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.mandatory.com/fun/1139765-florida-mans-pants-fall-off-stealing-tvs-police-eventually-find-crack-pipe-ass

Dalam masa krisis ini, salah satu persoalan mental yang ditemukan meningkat adalah kecanduan. Dari kecanduan zat, seperti: narkotika, obat-obatan dan zat adiktif lainnya, hingga kecanduan non-zat, seperti ketergantungan game online, judi, pornografi dan smartphones. Berbagai penelitian menemukan bahwa kecanduan terjadi bukan sekedar faktor biologis, tapi juga pengaruh lingkungan, yaitu: kurangnya relasi sosial. 

Manusia yang menjadi pecandu ditemukan sebagai orang-orang yang mengalami kekurangan atau ketidakmampuan untuk membangun relasi sosial yang bahagia dan sehat dengan orang-orang di lingkungannya.

Jika masyarakat meneriakkan perang terhadap kecanduan ("say no to drugs!"), dan pecandu dianggap sebagai kriminal yang harus diasingkan serta mendapatkan hukuman agar jera ("lingkungan ini tidak menerima pecandu!"), maka apakah sudah tepat penanganan masalah kecanduan yang kita lakukan selama ini?

Tulisan ini akan menguraikan bagaimana pendekatan rehabilitasi sosial justru perlu dilakukan untuk menangani akar masalah kecanduan. 

Mengapa kecanduan? 

Pandangan yang banyak beredar di masyarakat mengilustrasikan bahwa penggunaan berulang zat adiktif akan menyebabkan seseorang menjadi pecandu.

Kecanduan terjadi ketika tubuh bereaksi terhadap penggunaan berulang zat adiktif. Akibatnya, tubuh menginginkan zat adiktif terus-menerus, keinginan mengkonsumsi zat pun meningkat baik secara fisik dan psikis; lalu manusia menjadi pecandu. 

Namun, berbagai penelitian menemukan kecanduan tidak terjadi sesederhana itu. Ribuan pasien di Rumah Sakit setiap harinya menggunakan diamorphine (merupakan morphine murni untuk kepentingan medis), sebagai bagian regimen obat dalam penanganan luka kecelakaan; tapi tidak menjadi pecandu. Pada manusia, hal ini juga pernah ditemukan di Perang Vietnam.

Saat itu, sekitar 20% prajurit Amerika Serikat menggunakan heroin, namun pada akhir perang sekitar 95% dari tentara pengkonsumsi heroin berhenti begitu saja tanpa menjadi pecandu ketika pulang ke rumahnya.

Hal ini menunjukkan bahwa ada hal lain dari sekedar penggunaan zat adiktif berulang, yang menentukan mengapa seseorang menjadi pecandu (Hari, 2015). 

Penelitian yang dilakukan oleh Bruce Alexander pada tahun 1980an menemukan penjelasan mengenai hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun