Potret Ambisi, Kebebasan, dan Kritik dalam Perspektif Ilmu Negara : Review Film Rose Island
Film Rose Island karya sutradara Italia Sydney Sibilia bukan sekadar sajian drama komedi yang ringan, melainkan sebuah potret kritis terhadap ide tentang negara, kebebasan individu, dan tatanan kekuasaan yang berlaku. Film yang dirilis pada tahun 2020 ini diangkat dari kisah nyata Giorgio Rosa, seorang insinyur muda yang nekat mendirikan negara independen bernama Republik Rose Island di tengah Laut Adriatik pada akhir dekade 1960-an.
Dalam film ini, Giorgio Rosa digambarkan sebagai sosok visioner yang menentang batasan-batasan formal kenegaraan. Ia menciptakan sebuah pulau buatan yang kemudian dijadikan simbol perlawanan terhadap birokrasi dan sistem kekuasaan yang dinilainya mengekang kebebasan individu. Aksi Rosa bahkan sempat menyita perhatian dunia internasional dan menjadi headline media, menggeser pemberitaan besar seperti invasi Amerika ke Vietnam.
Dari sudut pandang ilmu negara, film ini menjadi refleksi menarik terhadap konsep dasar berdirinya sebuah negara. Secara normatif, suatu negara baru dapat disebut negara apabila memenuhi unsur-unsur pokok, yakni : (1) wilayah; (2) rakyat; (3) pemerintahan yang sah, dan (4) pengakuan dari negara lain. Dalam kasus Rose Island, keempat unsur tersebut menjadi bahan pertanyaan besar. Apakah struktur buatan di tengah laut dapat disebut sebagai wilayah negara? Apakah keberadaan satu orang warga negara cukup mewakili rakyat? Apakah pemerintahan yang dibentuk Rosa memiliki legitimasi hukum? Dan apakah Rose Island mendapatkan pengakuan internasional?
Film ini secara tidak langsung menyuguhkan kritik terhadap konsep anarkisme, yaitu paham yang menolak segala bentuk otoritas negara dan memperjuangkan kebebasan absolut. Rose Island digambarkan sebagai ruang tanpa batas, tempat di mana kebebasan menjadi hukum tertinggi. Namun di sisi lain, hal tersebut bertolak belakang dengan prinsip teori hukum murni yang menyatakan bahwa negara ada untuk menciptakan ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan sosial melalui aturan dan hukum yang mengikat.
Ketegangan antara idealisme Rosa dan realitas politik negara Italia memuncak ketika pemerintah Italia menuduh Rosa melakukan penghindaran pajak serta menyebarkan tuduhan tak berdasar mengenai aktivitas ilegal di Rose Island. Langkah represif ini menunjukkan bagaimana negara berupaya mempertahankan otoritasnya atas monopoli kekuasaan dan legitimasi hukum.
Film ini bukan hanya menghibur lewat bumbu komedinya, tetapi juga menggugah penonton untuk berpikir kritis mengenai makna sebuah negara, hakikat kebebasan, dan batas-batas kekuasaan. Dengan balutan narasi yang jenaka namun penuh makna, Rose Island menjadi tontonan wajib bagi siapa pun yang tertarik pada isu-isu politik, hukum, dan kedaulatan.
Bagi penikmat film yang ingin memahami lebih dalam tentang relasi antara individu dan negara, Rose Island adalah sajian yang tak boleh dilewatkan. Film ini bukan hanya menyajikan kisah inspiratif, tetapi juga membuka ruang diskusi akademis yang mendalam.
Selamat menonton!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI