Mohon tunggu...
mardety mardinsyah
mardety mardinsyah Mohon Tunggu... pensiunan dosen

Hobi menulis, menggambar dan sedang belajar literasi digital

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Perempuan Sufi

27 Juli 2025   17:11 Diperbarui: 27 Juli 2025   17:11 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Semasa SMA, aku tinggal di sebuah asrama putri di salah satu kota kecil di Pulau Jawa. Di penghujung masa sekolah, aku mengalami pengalaman batin yang sulit dijelaskan---semacam ekstase spiritual. Aku memilih menyendiri dan tenggelam dalam hening, seolah ada pusaran gaib di dalam diriku yang menghadirkan ketenangan, kebahagiaan, dan keindahan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Ketika pusaran itu menghilang, aku merasa kosong dan hampir menangis, meski tak tahu apa sebabnya.

Sejak saat itu, aku memutuskan untuk memperdalam ilmu agama, menempuh jalan suluk dan tarekat. Aku tidak ingin terjebak dalam gemerlap dunia modern yang mengejar materi dan kesenangan lahiriah. Maka, selepas SMA, tujuanku adalah mondok di pesantren, bukan kuliah di perguruan tinggi seperti harapan ibuku. Meski berat menerimanya, akhirnya ibuku memahami keputusanku.

Aku mulai membaca berbagai literatur tentang suluk, yaitu perjalanan spiritual untuk mendekat kepada Allah, dimulai dari penataan diri lewat syariat dan peningkatan akhlak. Perjalanan ini memiliki empat tingkatan: syariat, tarekat, hakikat, dan ma'rifat. Setelah memahami dan menjalankan syariat, seorang pencari akan melangkah ke tahap tarekat---dimana praktik spiritual bukan lagi sekadar teori, melainkan pengalaman jiwa yang hidup dan membimbing.

Dalam tarekat, kita mulai memahami secara mendalam istilah-istilah dalam Al-Qur'an seperti iman, qalb, nafsu, syahwat, barzakh, kekafiran, dan kemusyrikan. Namun, tak semua orang yang salat dan berdzikir bisa disebut sedang bersuluk. Suluk bukan hanya soal ritual fisik, tetapi tentang proses batiniah yang terarah, ikhlas, dan terus-menerus menempuh jalan Ilahi.

Untuk memulai perjalanan ini, Tauhid menjadi pelajaran utama, dilandasi pemahaman rukun iman dan rukun Islam secara lahir dan batin. Di antara materi penting dalam suluk adalah ungkapan, "Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu" --- siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.

Pilihanku jatuh pada Pondok Pesantren Putri Imannullah, sebuah pesantren kecil yang dihuni tak lebih dari sepuluh santri. Terletak di tepi dusun, tersembunyi di balik bukit dekat teluk yang belum tersentuh geliat pariwisata kapitalistik, tempat itu seperti oase sunyi bagi pencarian spiritualku. Pengasuhnya, Ummi Salamah, adalah sosok yang penuh wibawa dan kehangatan---ia menjadi magnet spiritual yang kuat bagiku. Di sanalah aku mengawali perjalanan menjadi seorang perempuan sufi.

Sufisme dan Spiritualitas Perempuan

Sufisme atau tasawuf adalah dimensi batin dari Islam yang menekankan kedekatan langsung kepada Allah melalui praktik dzikir, meditasi, doa, serta pembinaan akhlak dan penyucian hati. Ciri utama sufisme meliputi:

Pencarian Ma'rifatullah --- Mengenal Tuhan dengan cinta dan keikhlasan, bukan karena iming-iming surga atau takut neraka.

Penyucian Jiwa dan Akhlak --- Mengikis sifat buruk seperti iri, sombong, rakus; menumbuhkan sifat baik seperti sabar, ikhlas, dan tawakal.

Bimbingan Mursyid --- Dalam tarekat, seorang murid (salik) dibimbing oleh guru spiritual untuk menjaga kemurnian dan arah perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun