Mohon tunggu...
Mardety Mardinsyah
Mardety Mardinsyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pendidik yang tak pernah berhenti menunaikan tugas untuk mendidik bangsa

Antara Kursi dan Kapital, antara Modal dan Moral ? haruskah memilih (Tenaga Ahli Anggota DPR RI)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

12 November 2021   10:18 Diperbarui: 12 November 2021   10:30 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Serampung sarapan pagi hari ini, aku ingin sekali  menulis untuk Kompasiana. Berbagi pandangan dan pikiran tentang masalah sosial yang mencemaskan dewasa ini, yaitu kekerasan seksual di lingkungan kampus.  Riset yang dilakukan oleh KemenDikbudristek, menelurkan sebuah kebijakan  yaitu  diterbitkan Peraturan Menteri tentang pencegahan kekerasan di lingkugan kampus. Permen ini telah  diteken Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021.

Terbitnya  Permen DIKBUDRISTEK NO.30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus ( PPKS) melahirkan sikap kontroversial.  Sejumlah pihak menilai, aturan ini merupakan langkah maju pemerintah untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus dan tentu  bertujuan melindungi civitas perguruan tinggi dari tindak kekerasan seksual .  Tapi sejumlah pihak menganggap Permen PPKS ini  memberi celah legalisasi seks bebas di lingkungan kampus dan juga dipandang mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis.

Banyak tanggapan pro kontra yang dapat disimak  di media sosial terkait Permen  PPKS  ini .  Menurut  pihak yang mendukung (pro),  isi Permen  PPKS  tersebut, fokus pada perlindungan korban kekerasan seksual. Tapi pihak yang menentang (kontra)  memandang   Permen PPKS ini   melegalkan seks bebas ,tak sesuai dengan nilai-nilai agama.   

Memang kita hidup dalam dunia  penuh tafsir dan tidak dapat dihindarkan hadirnya teks multi tafsir yang melahirkan perang tafsir. Inilah yang sedang  terjadi dengan   Permen PPKS. Ada fokus yang berbeda  dalam membaca Permen ini. Di satu pihak  fokusnya perlindungan korban dan di pihak lain pada  kegiatan seks bebas. Permen PPKS dipandang  bias dan multitafsir di masyarakat.

Bila kita mau menetralkan pikiran, menjaga jarak dan tidak terseret dengan pandangan kontroversial  yang disebutkan di atas,  kita hanya bisa berharap   RUU Penghapusan Kekerasan Seksual  di DPR RI  cepat  rampung.  UU penghapusan Kekerasan Seksual akan  melindungi korban kekerasan seksual secara keseluruhan, sehingga bila terbit Permen PPKS  atau  Permen - Permen lainnya  dapat mengacu kepada  UU  Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai UU induknya.  

Perempuan dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan, maka itu dipandang aib ketika mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual sulit diungkap, karena sering tidak jelas, apa saja lingkup kekerasan seksual.  Disamping itu, kekerasan seksual sulit diungkap karena  dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat. Dan mirisnya, korban kekerasan seksual  sering disalahkan. Disinilah terlihat  pentingnya pengaturan tentang Permen PPKS  yang baru diterbitkan karena    mengemukakan apa saja lingkup kekerasan seksual.

Bisa diakui, sampai kini banyak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.  Banyak  perempuan mengalami   kekerasan seksual  yang dilakukan  tidak hanya di ruang publik seperti di kampus, tapi juga tak urung terjadi di rumah tangga oleh anggota keluarga sendiri. Korban kekerasan  seksual yang  umumnya perempuan sering diam, kepedihan ditanggung sendiri.

Seorang sahabat di dunia maya pernah bercerita tentang penderitaannya mengalami kekerasan seksual di rumah tangga sendiri yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri.  Bulan, nama sahabat di dunia maya itu bercerita bahwa dia sering mengalami kekerasan seksual di rumah tangga.  Waktu  kecil hidupnya  pindah dari satu tangan ke tangan yang lain, karena orang tuanya divorce. Saat itu,  dia masih remaja.  Saat ikut ibunya , bapak tirinya   jahat, dia  sering mendapat  kekerasan  seksual, baik secara verbal maupun hasrat berkobar untuk mencabulinya.    Ketika dia mengadu  sama ibunya, malah dia yang kena marah.  ibu membela suaminya, ketimbang dirinya  yang menjadi korban kekerasan seksual bapak tiri.

Ketika Bulan  tinggal di rumah  budenya,  suami budenya  juga begitu. Tiba- tiba dia masuk ke kamar Bulan  dan  berbuat yang ngak senonoh dengan mengeluarkan alat kelaminnya.  Ketika dia  ikut bapaknya, dia  juga  menderita. Saudara tirinya yang laki-laki, masih remaja, juga sama binalnya dengan laki-laki dewasa itu (ayah tiri dan suami bu de). Dia  sering mengolok-oloknya  dan memegang-megang  bagian tubuhnya  yang tidak boleh dipegang orang. 

" Entah apa salah perempuan, perempuan sering  diremehkan dan menjadi korban kekerasan seksual", kata Bulan mengakhiri ceritanya.

Banyak yang tidak mengetahui bahwa menyentuh, mengusap, meraba, memegang,  memeluk, mencium,  menggosokkan bagian  tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan,  merupakan kekerasan seksual.  Ini salah satu pasal yang di atur dalam  Permen PPKS. Klausul ini mendapat pandangan negatif. Pihak yang tidak mendukung Permen PPKS  minta Permen PPKS ini dicabut karena  menganggap  frasa "tanpa persetujuan korban" bisa bermakna terjadi pembolehan tindakan perzinahan atas dasar suka sama suka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun