Mohon tunggu...
Marasi Joel Silvano
Marasi Joel Silvano Mohon Tunggu... Lainnya - Profil untuk tugas-tugas sekolah

Siswa SMA Negeri 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Realitas Nyata

2 Desember 2020   00:41 Diperbarui: 2 Desember 2020   00:52 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada hari itu, ia ditabrak truk. Perasaan yang aku lewati melihat tubuh dia berbaring tergeletak di tengah jalan, sakit, sedih, kehilangan harapan. Semua perasaan itu bergabung membentuk racun yang bisa mematikan gajah.

Aku tidak bisa berpikir apapun selain tubuhnya yang tergeletak untuk hari itu, dan hari setelah itu. Aku merasa seperti aku tidak bisa hidup lagi tanpanya. Saat pikiran bahwa aku tidak akan melihatnya lagi masuk, aku merasa bahwa air mataku cukup untuk membuat sebuah banjir. 

Aku tidak ingin memikirkan hal itu lagi, jadi aku memilih untuk tidak tahu. Aku membanjirkan pikiranku dengan permainanku dengan harapan bahwa aku tidak akan ingat apapun dan rasa sedihnya akan hilang. Inilah aku, seseorang yang rela melupakan abangnya untuk permainan. Aku hanya ingin rasa sakitnya untuk berhenti, aku tidak ingin untuk sampai di sini.

Aku bangun esok hari menangis. Ayah dan ibuku mendengar tangisanku dan datang ke dalam kamarku. Aku berbicara dengan mereka dan menjelaskan apa yang kupikirkan.

"Kita kamu tidak tahu kamu sakit begitu nak. Kita kira kamu kelihatannya baik-baik aja. Kita sakit juga nak, kita rindu juga," ucap ibuku sambal menahan tangisannya.

"Gapapa kamu menangis nak, kita semua sedih kehilangan dia," ucap ayahku.

"Aku hanya kayak itu supaya tidak merasa sakit lagi, Maaf mama papa kalau aku kelihatannya tidak peduli," ucap aku menjawab mereka.

Sisa dari hari itu aku jalankan di rumah. Ayah dan ibuku izin dari pekerjaan mereka untuk berbicara dengan aku dan mendampingi aku dalam kesedihanku.

Setelah hari itu, aku memilih untuk menghadapi realitas untuk apa adanya. Setelah beberapa minggu aku masih merasa sakit memikirkan hal itu, tetapi tidak seburuk lagi. 

Aku telah menerima bahwa ia tidak akan ada lagi di sampingku, dan walaupun sakit untuk menghadapinya, tetap saja lebih baik dari melarikan diri darinya. Aku ingat-ingat ke waktu aku terus memainkan permainanku untuk menenggelamkan diriku. 

Teknologi zaman ini bisa berbahaya seperti itu. Kita bisa tertarik untuk hidup dalam dunia itu yang kelihatannya lebih baik dan lebih sempurna, namun itu bukanlah kehidupan nyata. Tetapi sekarang aku tahu tidak ada hidup yang lebih asli dari hidup ini Aku akan terus hidup sebisaku dan aku tidak akan lari dari kehidupan nyata lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun