Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Balik Layar Kelas: Guru yang Dituntut Serba Bisa

23 September 2025   19:16 Diperbarui: 23 September 2025   19:16 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari https://www.shutterstock.com/

Pagi itu seorang guru matematika di sebuah SMP negeri menatap layar laptopnya dengan napas berat. Belum juga sempat menyelesaikan rencana pembelajaran, ia sudah dituntut melaporkan administrasi daring, menyiapkan dokumen akreditasi, dan menjawab puluhan pesan orang tua di grup WhatsApp kelas. "Kapan sebenarnya saya benar-benar mengajar?" keluhnya lirih.

Di balik keluhan itu, ada semangat yang tak pernah padam. Meski terbebani, ia mencoba mengubah cara mengajar: menggunakan permainan angka sederhana untuk melatih intuisi murid, memanfaatkan cerita sehari-hari untuk membuat logika lebih hidup. Murid-muridnya justru semakin bersemangat, merasa matematika tak lagi sekadar rumus beku, melainkan petualangan yang bisa mereka nikmati.

Kisah ini menunjukkan paradoks pendidikan kita. Guru di era digital dituntut banyak hal: kreatif, inovatif, profesional, sekaligus tahan terhadap stres. Tetapi sering kali, mereka justru terjebak dalam birokrasi dan simbolisasi. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana kita bisa menumbuhkan guru yang tetap manusiawi---kreatif, seimbang, dan profesional---di tengah tekanan zaman?

Kreativitas, Intuisi, dan Inovasi

Sekolah adalah tempat yang seharusnya menjadi laboratorium kreativitas. Namun realitas menunjukkan, banyak guru kesulitan menyalurkan ide segar karena dibebani tugas administratif. Padahal, menurut Bolam dan McMahon (2004), kreativitas dan intuisi merupakan elemen kunci dalam kepemimpinan pendidikan. Guru yang kreatif mampu menciptakan suasana belajar yang hidup, menyalakan rasa ingin tahu, dan mendorong murid untuk berpikir di luar kebiasaan.

Kreativitas guru tidak selalu identik dengan teknologi canggih. Kadang, ia lahir dari keberanian melakukan hal sederhana: menggunakan drama untuk mengajarkan sejarah, mendorong murid membuat jurnal refleksi, atau menghubungkan pelajaran dengan isu sosial di sekitar. Intuisi juga memegang peran penting. Guru sering harus memutuskan dalam hitungan detik: kapan harus mendorong, kapan perlu memberi jeda, kapan saatnya mendengar.

Habermas (1984) menekankan pentingnya komunikasi yang rasional dan bebas distorsi dalam proses pendidikan. Kreativitas di sekolah bukan hanya soal metode mengajar, tetapi juga soal menciptakan ruang diskusi yang sehat di mana guru dan murid sama-sama bisa menyampaikan pendapat tanpa rasa takut. Dalam ruang komunikasi yang sejati, kreativitas bertumbuh karena ada kebebasan berekspresi.

Mengelola Stres dan Waktu

Jika kreativitas adalah nyawa pendidikan, maka ketahanan emosional adalah jantungnya. Guru Indonesia kerap menghadapi beban ganda: mengajar sekaligus menangani administrasi. Tidak jarang, mereka harus mengorbankan waktu pribadi demi memenuhi tuntutan birokrasi.

Bolam dan McMahon (2004) menekankan pentingnya manajemen stres dan waktu bagi pemimpin pendidikan. Guru yang tidak mampu mengelola stres rentan kehilangan motivasi, bahkan berujung pada burnout. Padahal, kualitas pembelajaran sangat bergantung pada kesejahteraan guru.

Habermas berbicara tentang emancipatory knowledge, yakni pengetahuan yang membebaskan manusia dari belenggu dominasi. Dalam konteks guru, kemampuan mengelola stres dan waktu bukan sekadar soal efisiensi, tetapi bagian dari proses emansipasi: membebaskan diri dari sistem birokratis yang menekan, untuk kembali pada panggilan sejati sebagai pendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun