Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Nahkoda Sekolah di Lautan Kebijakan

22 Mei 2025   22:54 Diperbarui: 23 Mei 2025   18:05 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari www.shutterstock.com/id/search/school-leader

Belum selesai memahami dan mengimplementasikan satu kebijakan pendidikan, guru-guru di Indonesia sudah dihadapkan pada kebijakan baru. Setiap pergantian menteri hampir selalu membawa nomenklatur, indikator, dan prioritas yang berbeda. Guru sebagai garda terdepan pendidikan dipaksa terus beradaptasi, mengejar pelatihan, mengganti perangkat ajar, menyesuaikan asesmen, tanpa diberi cukup waktu untuk memperdalam praktik yang sedang berlangsung. Tak jarang, perubahan yang datang silih berganti membuat semangat guru meredup—lelah karena terus mengejar regulasi, bukan mendidik manusia.

Dalam situasi seperti ini, kepala sekolah memainkan peran krusial. Di tengah perubahan kebijakan yang acap kali mendadak dan inkonsisten, pemimpin sekolah dituntut tidak hanya sebagai manajer administratif, tetapi sebagai pemimpin pembelajaran. Ia adalah jembatan antara tuntutan sistem dan kebutuhan nyata guru serta murid. Namun, bagaimana menjadi pemimpin sekolah yang unggul dan relevan dalam konteks pendidikan Indonesia yang terus berubah? Artikel ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan menggali inspirasi dari tiga rujukan utama dalam kepemimpinan pendidikan: The Art of School Leadership (Hoerr, 2005), Educational Leadership: Personal Growth for Professional Development (Tomlinson, 2004), dan Educational Leadership Relationally (Eacott, 2015).

Kepemimpinan sebagai Relasi, Bukan Sekadar Jabatan

Thomas R. Hoerr (2005) menekankan bahwa kepemimpinan sekolah sejatinya adalah seni menjalin relasi. Seorang kepala sekolah yang efektif bukan hanya mengatur anggaran atau mengawasi guru, tetapi membangun iklim psikologis yang memungkinkan semua pihak di sekolah untuk bertumbuh. Dalam praktiknya, kepala sekolah sering kali menjadi fasilitator, motivator, dan sekaligus mediator antar kepentingan.

Kepemimpinan yang berorientasi relasi berarti membangun kepercayaan yang tulus. Hal ini penting, karena dalam kondisi perubahan kebijakan yang berulang, kepercayaan adalah fondasi agar guru tetap memiliki motivasi intrinsik untuk belajar dan mengajar. Guru tidak merasa hanya sebagai alat eksekusi, tetapi mitra dalam membangun masa depan.

Selain itu, relasi yang kuat antara kepala sekolah dan guru menciptakan ruang dialog yang sehat. Ketika kebijakan datang dari atas, kepala sekolah yang relasional tidak langsung memaksakan implementasi, tetapi memfasilitasi diskusi bersama untuk memaknai kebijakan tersebut dalam konteks sekolah. Ini yang membedakan pemimpin unggul dengan manajer birokratis.

Relasi juga mencakup keterlibatan dengan orangtua dan masyarakat. Sekolah bukan entitas terpisah dari komunitas. Kepala sekolah harus mampu membangun hubungan yang berlandaskan empati dan kolaborasi dengan pihak eksternal. Sekolah yang unggul lahir dari jejaring relasi yang sehat.

Dalam konteks Indonesia, di mana budaya patronase masih kuat, membangun relasi setara dan egaliter adalah tantangan tersendiri. Namun justru di situlah letak keunggulan pemimpin sejati---ia tidak hanya mengandalkan otoritas struktural, tetapi pengaruh moral dan afektif.

Menumbuhkan Organisasi Pembelajar di Tengah Ketidakpastian

Hoerr (2005) mengingatkan bahwa sekolah ideal adalah organisasi yang belajar, bukan sekadar lembaga administratif. Namun untuk mewujudkannya, kepala sekolah harus menyediakan ruang aman bagi guru untuk bereksperimen, gagal, dan tumbuh. Di tengah tuntutan laporan dan akreditasi, ini bukan hal mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun