Penyerapan surplus beras dari Kabupaten Merauke sejauh ini belum maksimal sementara tren produksi beras di Kabupaten Merauke dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Peningkatan hasil panen terjadi seiring dengan adanya pembukaan sawah baru.
Pada tahun 2020, total luas panen tanaman padi di Kabupaten Merauke yang tercatat di BPS sebesar 188.274 ton dari lahan seluas 48.130 hektar.
Selama ini penyerap utama beras petani di Kabupaten Merauke adalah Perum Bulog. Tahun 2020 lalu aliansi petani Merauke melakukan demo karena beras petani tidak terserap (lihat di sini).
Dalam wawancara yang kami lakukan dengan Kepala Bulog Kabupaten Merauke Bapak Inung Afandi pada akhir Agustus 2021 yang lalu, disebutkan bahwa penyerapan beras oleh Bulog dari Petani tergantung dari keamanan stok beras nasional. Jika stok nasional sudah mencapai 1,4 juta ton, penyerapan beras di daerah akan dihentikan.
Tahun 2021, target serapan beras Bulog Merauke adalah 30.000 ton. Kendala utama Bulog Merauke saat ini adalah ketidakseimbangan antara beras yang masuk dan keluar. Hal itu membuat banyak beras belum bisa diserap oleh Bulog, beras tertahan di petani atau gilingan.Â
Hingga Agustus 2021 realisasi penyerapan masih di bawah 10.000 ton. Pada bulan Mei 2021 Perum Bulug Kabupaten Merauke sudah melakukan penghentian sementara pembelian beras dari petani ( lihat di sini).
Proses penyerapan beras oleh Bulog dari petani adalah dengan cara melalukan kontrak kerja pengadaan dengan mitra-mitra penggilingan dengan ketentuan beras terima di gudang.
Bulog Kabupaten Merauke memiliki empat gudang dan masing-masing memiliki kepala gudang yang secara vertikal di bawah oleh Kepala Bulog Kabupaten Merauke. Kapasitas total gudang Bulog Kabupaten Merauke adalah 12.200 ton.
Lokasi gudang Bulog Kabupaten Merauke adalah: Maro, Tanah Miring, Kurik, dan Boven Digul. Terdapat 1 unit gudang di Kumbe namun masih bagian dari Kepala Gudang Kurik dan 1 unit gudang di Tanah Merah bagian dari Kepala Gudang Tanah Miring.
Gudang Bulog yang berada di Boven Digul sifatnya tidak melakukan penyerapan beras dari petani namun bersifat move lock atau menerima kiriman beras dari sentra padi dan menyimpannya.
Bulog Kabupaten Merauke saat ini adalah pemasok kebutuhan beras untuk PNS, TNI, Polri empat Kabupaten di Papua yakni: Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Mappi dan Kabupaten Asmat. Total untuk empat kabupaten ini serapan berasnya hanya 500 ton per bulan atau 6.000 ton per tahun.
Tol Laut
Dengan terbatasnya daya serap pasar lokal di mana Bulog masih menjadi tumpuan utama penyerap beras petani, perluasan pasar beras ke seluruh Papua dan regional perlu dukungan transportasi angkutan barang yang memadai. Â Untuk konteks Papua yang jalan daratnya belum terkoneksi dengan baik, tol laut menjadi pilihan agar beras Merauke dapat distribusi ke pasar yang lebih luas ke seluruh Papua dan luar Papua.
Pada tahun 2021, kapal T-19 tol laut beroperasi perdana di Papua. Rute tol laut kapal T-19 saat ini adalah: Jayapura, Sorong, Fakfak, Korido (Biak), dan Timika dengan kapasitas angkut 1.500 ton.
Perum Bulog Merauke yang mendapat kuota 60 persen dari kapasitas angkut kapal tol laut T-19, Â telah dapat menambah area pelayanan baru ke Kabupaten Timika, Sorong dan Jayapura.
Bulog Merauke dan pengusaha beras yang diwawancarai pada saat melakukan kerja lapangan di Merauke pada Agustus dan awal September 2021 mengatakan, jika rute tol laut di perluas, pasar beras Merauke bisa lebih baik.
Saat ini kapal tol laut baru satu unit hal itu membuat revolving kapal memakan waktu satu bulan untuk pulang-pergi. Dengan sendirinya mempengaruhi proses delivery beras dari Merauke ke luar daerah.
Sebelum adanya kapal tol laut T-19, proses pengiriman beras ke Kabupaten Timika memang sudah dilakukan menggunakan kapal swasta, namun ongkosnya lebih mahal. Harga tol laut sekitar Rp. 550 per kg sementara kapal swasta Rp. 700 per kilo gramnya. Perbedaan harga antara kapal swasta dengan kapal tol karena kapal tol laut disubsidi oleh pemerintah. Bulog tidak memanfaatkan kapal swasta untuk menambah volume pengiriman karena adanya kebijakan efisiensi.
Para pelaku penggilingan padi dan pengusaha beras di Kabupaten Merauke yang diwawancarai mengatakan bahwa dengan terbatasnya serapan beras oleh Bulog, asosiasi penggilingan padi dan pengusaha beras saat ini mulai membuat beras premium dan medium untuk pasar di luar Bulog.
Sementara, beras patah (broken) dan menir sudah mulai dapat juga dipasarkan ke ke luar daerah. Beras patah dan menir diperlukan oleh industri tepung beras. Selain beras patah dan menir, dedak yang juga bagian dari produk olahan padi pasarnya semakin terbuka dengan beroperasinya tol laut.
Peningkatan kualitas berasÂ
Sejauh ini, beras Merauke dinilai belum mampu bersaing dengan beras dari Pulau Jawa dari sisi kualitas. Kualitas beras turut dipengaruhi oleh pola tanam padi tanam benih langsung (Tabela).Â
Petani Merauke melakukan pola tanam Tabela karena rata-rata petani memiliki sawah seluas 2-5 hektar. Demi untuk mengemat biaya taman, Tabela menjadi pilihan utama karena akan lebih murah dari sisi biaya tanam dan lebih cepat proses pengerjaannya. Namun, pola tanam ini membuat biji beras menjadi kecil karena jarak tanam padi sangat rapat.Â
Persentase beras patah dan menir tinggi terutama hasil panen di musim rendeng (musim hujan) karena gabah yang digiling kurang kering.Â
Fasilitas pengeringan gabah masih sedikit umumnya petani mengeringkan padinya di pekarangan dan memanfaatkan ruang-ruang kosong yang ada di desa seperti halaman rumah, tepi jalan bahkan halaman mesjid.Â
Gabah yang digiling dalam kondisi kurang kering membuat persentase beras patah (beras broken) dan menir tinggi. Kadar soso (kadar keputihan biji beras) tidak bisa mencapai 95 persen di saat musim rendeng. Â
Dalam kaitan visi pemerintah untuk menjadikan Kabupaten Merauke sebagai food estate, sejumlah hal yang harus dibenahi adalah: aspek pasar komoditi, transportasi komoditi pertanian ke luar daerah, mekanisasi pengeringan gabah di tingkat petani dan penggilingan, pergudangan, dan yang tidak kalah penting adalah sistem irigasi.Â
Permasalahan irigasi membuat petani Merauke kesulitan membuang kelebihan air di sawah pada musim rendeng sementara di musim gaduh (musim kemarau) petani berebut air dari long storage dan drainase sekunder. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H