Mohon tunggu...
Kuswoyo
Kuswoyo Mohon Tunggu... Freelancer - Manunggaling Kopi Owner

Petani. Pecinta Budaya Nusantara. Peternak Burung. Bapak Satu Anak. Suami Satu Istri. Penikmat Kopi sekaligus Produsen Kopi Racikan Sendiri dengan Brand Lokal Manunggaling Kopi dengan Logo Mbah Petruk.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Murka Tuhan Jadi Alasan Intoleran

11 Januari 2022   01:57 Diperbarui: 11 Januari 2022   02:09 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Viral. Sumber ilustrasi: PIXABAY/ktphotography

Beberapa waktu kemarin sempat beredar video seseorang yang viral karena membuang Sesaji di Gunung Mahameru dengan dalih bahwa dengan sesaji itulah yang mengundang murka Tuhan. Apakah seperti itu ajaranya? Apakah itu cara berdakwah? Jika memang sesaji itu membuat murka, tentu di jaman Walisongo sudah dibubarkan oleh Beliau. Entah apa yang melatar belakangi dia melakukan hal seperti itu. Berikut videonya.Entah apa yang dia pikirkan, sumbangsihnya apa ke negeri ini? Datang-datang merekam video menendang dan membuang sesaji. Ada bencana ataupun tidak sesaji sudah menjadi tradisi disana. Jangan dipukul rata lah setiap bencana dikaitkan dengan murkanya Tuhan.

Tahu negara Jepang? Jepang paling sering loh ada bencana gempa bumi, tapi apa pernah mendengar mereka berdebat dan ber-statemen tentang murkanya Tuhan? Kalau saya pribadi tak pernah mendengarnya. Yang saya tahu malah mereka berupaya bagaimana menerapkan teknologi dan pengetahuan mereka untuk menanggulangi atau meminimalkan dampak bencana yang memang sering terjadi gempa disana tanpa saling tuding siapa yang salah, siapa yang benar. Banyak upaya yang mereka lakukan. Mulai dari membuat robot untuk evakuasi reruntuhan bangunan, menyelamatkan dan mengevakuasi korban akibat gempa, mendesain bangunan tahan gempa dan banyak lagi usaha yang mereka lakukan. Selain itu ritual kegiatan kepercayaan juga tetap jalan disana. Dan itu menjadi daya tarik wisatawan asing untuk berkunjung kesana.
Salah satu tardisi yang hampir mirip dengan sesaji di Indonesia adalah ikebana, kenapa saya menyebutnya mirip? Karena dalam ikebana ini melibatkan bunga sebagai komponenya.

Ikebana disana dianggap sebagai sebuah seni merangkai bunga menggunakan berbagai jenis bunga dan rumput-rumputan.  Tujuannya tak hanya menciptakan keindahan, namun juga keseimbangan agar hasilnya proporsional. Tiga unsur utama yang diperhatikan adalah langit, bumi, dan manusia. Inilah yang membedakan ikebana dengan seni merangkai bunga dari barat. Ada beberapa aliran ikebana, seperti harus menyusun dari bagian depan atau merangkai dalam bentuk tiga dimensi. Apa bedanya dengan menyusun bunga dalam sesaji?. Secara garis besar saya menyatakan hal tersebut hampir sama, di Nusantara inipun demikian, itu adalah warisan leluhur turun temurun sebelum agama-agama masuk, semua agama yang ada di Indonesia ini datang dari luar semua bukan?. Padahal di sebelum masuknya agama-agama itu, leluhur kita sudah memiiki kepercayaan kepada Tuhan. Secara umum disebut sebagai animisme dan dinamisme (Saya akan bahass di tulisan berikutnya).

Kembali ke sesaji yuk, banyak filosofi yang terkandung dari setiap bagian dari sesaji itu.

Janur misalnya, daun kelapa yang muda yang masih kuning warnanya dimaksudkan agar masyarakat dapat hidup hidup bahagia di dunia maupun di akhirat.

Telur sebagai simbol bibit atau asal usul. Begitupun dengan bunga-bungaan, seperti bunga kantil, kenanga, dan mawar yang masing-masing memiliki makna, yakni setiap orang yang hidup harus punya "kumantile ati" atau kemantapan hati.

Lalu ada pula bunga kenanga, maksudnya hidup tentu akan "kenek ngene, kenek ngana" atau bisa begini bisa begitu dalam bahasa indonesianya. Namun, meskipun begitu setiap orang harus tetap memiliki pegangan prinsip agar tidak mudah goyah.

Selanjutnya bunga mawar, mawar tak pernah ketinggalan dalam setia sesaji, mawar diartikan bahwa semua ini akan selalu "mawarno-warno" atau berwarna-warni indah dan akan selalu memperindah semesta.
Lalu ada hal lain yang biasanya tak boleh ketinggalan dalam sesajen ialah daun sirih. Dalam bahasa jawa biasa disebut "Suruh" atau disimbolkan sebagai kaweruh (pengetahuan). Maka jika hidup tidak memiliki pengetahuan tentu akan menemui jalan buntu dalam hidupnya.

Ini hanya sebagai contoh agar wawasan semakin terbuka dan tidak terkotak oleh cekokan ajaran yang sudah bercampur dengan faktor kepentingan didalamnya, terutama mayoritas ajaran di negeri ini ditunggangi oleh satu kepentingan utama, merek mengincar kekuasaan, mereka ingin menguasai negeri ini dan tentunya dengan berbagai cara.
Para pembaca yang budiman, kembali lagi saya ingatkan, mungkin diantara kita sudah ada yang lupa bahwa semua agama, agama apapun itu tidak ada yang mengajarkan kebencian, semua mengarah pada ajaran kasih dan budi pekerti luhur. Jika ada yg mengajarkan kebencian dan intoleran sudah bisa dipastikan ada faktor kepentingan disana.

Saya teringat akan buku sejarah yang pernah saya baca. Di salah satu narasi asli pidato Presiden RI pertama Bapak Ir. Soekarno di peringatan hari pahlawan tanggal 10 November 1961 adalah "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." dan kini terbukti.
Jangan sampai kita lupa asal-usul kita. Kita hidup di negeri yang kaya akan keanekaragaman kekayaan alam dan budaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun