Mohon tunggu...
Manguluang Nadji
Manguluang Nadji Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

NO SHADES OF GRAY

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ke Arah Mana Politik Hukum Agraria Nasional Kita?

24 November 2014   23:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:57 2483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari berbagai literature yang ada, kita dapat menarik suatu kesimpulan mengenai pengertian politik hukum, yaitu garis-garis kebijakan resmi suatu negara atau suatu kehendak dari penguasa negara yang akan dituangkan dalam bentuk hukum untuk mencapai tujuan negara. Dalam konteks negara kita, maka tujuan negara dapat dilihat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945). Semua produk hukum yang lahir haruslah berkiblat pada Pancasila sebagai ideologi negara, dan UUD 1945 sebagai dasar negara.

Dalam konteks keagrariaan nasional, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dijadikan sebagai induk atau acuan pembuatan hukum agraria kita. Pasal tersebut dengan tegas menggariskan tujuan dan cita-cita negara dalam konteks keagrarian nasional, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini artinya, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia ini, harus dikelola dengan sedemikan rupa sehingga mampu mentransformasi masyarakat bangsa secara ekonomi sosial budaya, dan ekologi.

Politik hukum agraria nasional kita terjabarkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960. UUPA 1960 merupakan tonggak penting dalam sejarah politik agraria nasional. Melalui UUPA inilah, Bangsa Indonesia mengisyaratkan tekad politik yang kuat dalam membongkar seluruh sistem dan struktur keagrarian yang bercorak kolonial peninggalan penjajah menjadikan sistem yang mengakomodasi struktur penguasaan yang dapat menjamin terwujudnya cita-cita dan tujuan negara.

Konflik Agraria

Sesuai Pancasila dan amanat UUD 1945, peran negara dalam hal ini pemerintah adalah bagaimana menjamin perlindungan hak-hak rakyat atas tanahnya. UUPA dinilai sebagai produk hukum terbaik untuk mewujudkan keadilan sosial di Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan. UUPA dinilai sebagai jawaban pemerintah terhadap amanat UUD 1945 untuk melindungi hak-hak rakyat Indonesia dan mewujudkan keadilan sosial. Sebagai Undang-Undang Pokok, UUPA membawahi semua undang-undang terkait keagrariaan yang akan diterbitkan kemudian.

Namun yang kita saksikan dalam realitasnya, masyarakat di kawasan hutan, perkebunan, dan pertambangan justru terpinggirkan, terdesak dari akar sosial budayanya sendiri. Berbagai konflik dan sengketa terjadi sebagai akibat perlawanan rakyat terhadap kehadiran investor dan perusahaan-perusahaan untuk menguasai tanah tempat dimana mereka hidup dan bermasyarakat. Kemana perginya pemerintah dalam hal ini?

Konflik-konflik horizontal dan vertikal, antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan pihak penguasa bisa terjadi akibat ketidakmampuan negara menjabarkan dan mengaplikasikan secara konsisten nilai-nilai filosofis Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 ke dalam perundang-undangan dan penegakannya.

Globalisasi Mendistorsi Politik Hukum Agraria Nasional

Dalam kehidupan masyarakat internasional, layaknya individu manusia dalam kehidupan sosial, suatu negara akan sulit mempertahankan eksistensinya tanpa bantuan dan peran negara lain. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kebutuhan pembangunan suatu negara maka hubungan kerjasama saling bantu-membantu antara suatu negara dengan negara lain akan sulit untuk dihindari. Konsep-konsep kehidupan masyarakat internasional yang seperti inilah yang kemudian kita sebut globalisasi. Globalisasi cenderung membawa dampak berupa membiasnya unsur-unsur sosial, budaya, dan politik suatu bangsa dengan bangsa yang lain.

Negara yang tidak mampu mempertahankan identitas kepribadiannya sebagai suatu bangsa, akan sulit untuk bertahan dari pengaruh pergaulan kehidupan masyarakat internasional. Suatu negara akan mudah terseret untuk mengikuti sistem yang berlaku dalam masyarakat internasional, yang dimana sistem yang berlaku secara internasional tersebut merupakan konsep-konsep yang diterapkan oleh negara-negara adikuasa yang sangat bernuansa kapitalis.

Beginilah yang terjadi dengan Indonesia. Identitas negara yang tercermin dalam ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945 seolah telah hilang. Konsekuensinya, produk-produk hukum sektoral terkait agraria yang lahir kemudian terkesan telah dipaksa oleh keadaan untuk ‘mengabdi’ atau tunduk pada hukum ekonomi pasar global yang bertendensi kapitalis. Produk-produk hukum sektoral tersebut sudah tidak lagi berkiblat pada Pancasila, UUD 1945, dan UUPA 1960 sebagai undang-undang pokok yang mengatur khusus tentang keagrariaan nasional

Konsep-konsep global yang berhaluan kapitalis yang dipelopori oleh negara-negara maju, secara nyata dapat kita lihat telah mendistorsi atau merubah haluan politik agraria nasional. Dapat dilihat dalam produk-produk hukum sektoral keagrariaan yang banyak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan UUPA sebagai induk peraturan keagrariaan. Produk-produk hukum agraria sektoral tersebut cenderung berorientasi pada industrialisasi dan investasi yang bersifat ekstraktif dan eksploratif yang terkesan mengabaikan hak-hak masyarakat atau perlindungan hak rakyat terhadap tanahnya dan lebih mementingkan kepentingan investor dan para pengusaha. Hal ini bisa dikatakan sebagai salah satu akar konflik sosial yang terjadi di masyarakat, yang dimana negara kita gagal mengelolah ‘dirinya sendiri’ secara baik kearah tujuan dan cita-cita negara.

Reformasi Hukum Agraria Nasional sebagai sebuah Konklusi

Von Savigny sebagai pelopor teori hukum aliran historis (sejarah) melihat bahwa hukum itu merupakan hasil proses perkembangan historis masyarakat. Hukum itu harus tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Hukum dalam suatu masyarakat harus merupakan proses yang lahir dari jiwa bangsa masyarakat itu sendiri.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, hal inilah yang harus sejalan dengan proses lahirnya hukum-hukum di Indonesia. Produk-produk hukum nasional tersebut harus digali sesuai nilai-nilai masyarakat bangsa Indonesia yang lebih bernuansa sosialis, kebersamaan dan kegotong-royongan sesuai dengan yang telah tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945.

Reformasi atau pembaruan hukum agraria nasional harus segera menjadi agenda prioritas bangsa ini. Pembaruan tersebut harus berpatokan pada ideologi dan konstitusi negara, harus sesuai dengan jiwa Bangsa Indonesia. Hal ini urgen untuk dilakukan selain dalam rangka upaya penyelesaian konflik-konflik sosial dalam masyarakat sekaligus juga untuk mempertegas ‘kepribadian’ negara kita sebagai sebuah bangsa yang mandiri yang tidak mudah terseret-seret arus globalisasi dalam dunia internasional.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun