Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Distingsi Jarak sebagai Lumbung Ide

23 Februari 2025   12:46 Diperbarui: 23 Februari 2025   13:33 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Ilustrasi Distingsi Jarak

Tampaknya tidak fair jika kita memandang distingsi jarak hanya sebagai pergulatan waktu dan akomodasi yang konstan harus dilipat. Tidak, hemat saya, yang demikian itu kiranya tidak perlu disepakati menjadi stereotip. Toh, persoalan jarak tersebut bersifat fleksibelitas (tergantung kondisi) di tangan sang empunya. Oleh karena itu, di kesempatan yang sama orang berbeda bisa memilih moda transportasi tidak sama; sesuai selera dan kesanggupan masing-masing.

Bukankah setiap orang dewasa mafhum dengan konsekuensi logis dan risiko yang dituai dari perbuatnya? Nah, itu maksud saya. Sebelum mengambil sikap dan keputusan final tentang distingsi jarak menuju titik kopdar, tentu seseorang sudah tahu betul dengan tetek bengek yang hendak dijalani dan dialami selama perjalanan. Jadi tidak mesti melulu dijadikan beban komunal.

Perlu digarisbawahi pula, distingsi jarak juga harus dipandang sebagai sesuatu hal yang positif. Positif dari sisi mana dan hal apa? Perjalanan jauh itu justru membuat pegal-pegal, bosan-jenuh dan membuang banyak waktu efektif. Mungkin demikian desis pertanyaan dan dongkol yang sempat menyeruak dalam benak anda.

Sebentar, sebelum melanjutkan, mari kita sama-sama instrospeksi diri terlebih dahulu. Jika kita memiliki kebiasaan memandang dan sikap yang negatif terhadap jarak, jangan-jangan karena memang kita memiliki karakter kurang baik; negatif thinking. Kita lebih terbiasa berburuk sangka, main hakim sejak dini dan mendahulukan memandang berbagai risiko sebelum meninjau kebaikan yang akan dituai kelak.


Tentu cara kerja seperti ini sangat berbahaya, utamanya jika sudah terpatri dalam lubuk hati maka akan jadi kecondongan niat (keyakinan) sebelum bertindak. Jika demikian hati dan pikiran kita tercemar hebat. Pencemaran yang mampu menjadikan kita was-was, serba ketakutan dan egois dalam kurun waktu tak terhingga. Kondisi ini tentu saja tidak sehat dan tidak menyehatkan mental diri kita.

Mungkin kita masih ingat tentang pembentukan karakter diri dalam sudut pandang Psikologi. Keyakinan (sikap dan kondisi hati) akan memengaruhi cara berpikir, cara berpikir akan memengaruhi cara bersikap, cara bersikap akan memengaruhi kebiasaan, kebiasaan diri akan menjadi karakter seseorang. Sebelum lebih kronis, ayo kita netralkan kembali kebiasaan diri yang kurang baik tersebut.

Alangkah baiknya kita menyikapi sesuatu dari berbagai sudut pandang. Keragaman sudut pandang tentu akan menambah khazanah pengetahuan diri. Diri pun akan ter-uprage jauh lebih baik lagi. Namun keutamaan itu akan jauh lebih baik manakala kita mampu mendahulukan dampak baik (sekecil apa pun) dalam memandang dan menyikapi segala sesuatu. Sebab dengan demikian kita meletakan ikhlas dan rida di muka dengan apa yang terjadi.

Sama halnya dengan distingsi jarak. Dalam pandangan positif, jarak pada hakikatnya mampu mengantarkan kita pada pengalaman luar biasa selama perjalanan. Mengenal orang baru, menikmati hidangan dan pemandangan selama perjalanan dapat menjadi sumber inspirasi untuk menulis catatan perjalanan.

Apabila menggunakan moda transporasi umum tampaknya sangat mustahil kita tidak berpapasan dan bertemu dengan orang baru. Orang baru itu bisa saja duduk persis di samping kita. Dengan teman perjalanan; teman sekursi tentu kita bersikap ramah. Percakapan demi percakapan akan dipintal serenyah mungkin. Meski kemudian obrolan tersebut saling mengutamakan-menjaga privasi masing-masing.

Obrolan yang bertajuk tertentu, terlebih mengarah pada eksplorasi pengetahuan baru dan sharing pengalaman, sangat menarik untuk didedah dan dibagikan ke publik. Supaya tulisan bersifat objektif kita harus menyisihkan bagian-bagian tertentu terkait privasi komunikator. Penuangan tulisan secara alami tanpa campur tangan sudut pandang penulis jauh lebih menarik meski tetap saja harus dikontrol dan dikemas seciamik mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun