Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tempat Duduk Mencerminkan Mentalitas Seseorang

1 Mei 2022   14:01 Diperbarui: 1 Mei 2022   14:04 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi: Santri TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung


Saya pikir sudah menjadi rahasia umum kalau sebagian besar di antara kita lebih doyan duduk di kursi bagian belakang. Di mana pun itu tempatnya, acara apa pun itu bentuknya, dan dalam keadaan apa pun wujudnya. Bahkan hal itu berlaku untuk semua kalangan masyarakat, terkecuali orang yang merasa dirinya penting--entah karena wibawa jabatan, peran dan sebagainya-- sudah pasti wajib hukumnya mengambil posisi terdepan.

Sadar ataupun tidak, terlepas dari apa status dan peran sosial kita di masyarakat, keputusan kita mengambil posisi tempat duduk sebenarnya sedikit banyak mencerminkan mentalitas kita. Utamanya yang berhubungan banyak dengan seberapa besar keberanian, kesiapan dan tingkat kepercayaan diri tatkala tampil di depan publik. Tidak percaya? Mari kita buktikan secara seksama.

Umumnya mereka yang mengambil tempat duduk di bagian belakang cenderung memiliki maksud hendak menutupi ketidakberanian diri. Disadari atau tidak, dalam banyak sesi perhelatan pertemuan di ruang publik mentalitas seseorang akan banyak diuji. Ujian itu bentuknya bisa beragam. Salah satunya ya merasa gerak-gerik terpantau secara leluasa oleh orang yang menurut kita harus segani. Karena merasa terpantau secara leluasa itu pula diri merasa tertekan dan tidak mampu mengekspresikan diri dengan nyaman.

Ketidaknyamanan dalam mengekspresikan diri itu lantas membuat kita merasa tegang dan kikuk yang berlebihan saat duduk. Alih-alih berusaha menjadi orang yang paling jelas mendapatkan informasi karena dekat dengan sumbernya, namun yang terjadi justru kita sibuk menata mentalitas diri. Berusaha menutup-nutupi ketegangan yang meliputi diri. Hal itu terjadi karena memang untuk duduk di bagian paling depan diperlukan keberanian yang mapan secara mental.

Kesadaran atas ketidakmapanan keberanian diri dan adanya ujian itulah yang membuat sebagian orang saya pikir merasa enggan dan sungkan untuk memilih kursi (tempat duduk) pada bagian depan. Maka selaiknya kita mengangkat jempol tangan manakala ada orang yang dalam setiap kegiatan selalu mengambil kursi pada bagian depan. Terlepas ia tidak memiliki kepentingan dan peran dalam berlangsungnya kegiatan. Sebab hal itu menunjukkan tingkat keberanian diri yang telah mapan dan tinggi. Tinggi namun bukan  berarti tinggi hati pula tentunya.

Tidak hanya persoalan ketidakmapanan keberanian diri, enggan memilih tempat duduk pada bagian depan juga berhubungan banyak dengan ketidaksiapan diri dan mental. Lah, ketidaksiapan diri atas hal apa? Ketidaksiapan diri atas beberapa hal lebih tepatnya. Mulai dari tidak siap mendapat cecaran instruksi dari orang yang memiliki kuasa, menghindari:  mendapat giliran pertama, menjadi bahan gojlokan dan banyolan hingga menjadi bahan peraga. Semua hal itu telanjur melekat kuat dan disematkan pada orang yang duduk pada kursi bagian utama.

Karena kemelekatan asumsi bayang-bayang itu pula kebanyakan orang lebih suka memilih tempat duduk pada bagian tengah dan belakang. Bagi orang yang memiliki keberanian dan kesiapan diri yang tidak mapan, posisi itu dipandang ideal dan aman. Sebab jauh dari bayang-bayang kutukan dan terhindar menjadi kelinci percobaan. Kendati risikonya juga harus diperhatikan, bahwa semakin jauh deretan tempat duduk kita, maka semakin miskin pula informasi yang kita dapatkan.

Dari sana setidaknya kita paham, bahwa ketidaksiapan diri juga sangat memengaruhi kenyamanan--baik secara psikis maupun fisik--dan proses penyerapan informasi yang sedang disampaikan. Tak jarang, miss informasi dan blank didapatkan manakala kita mengikuti suatu perhelatan kegiatan dalam keadaan kalut, tegang dan mencekam.

Sedang sebagai kunci utamanya, keengganan memilih tempat duduk terdepan sangat dipengaruhi oleh minimnya--bahkan nihilnya--kadaritas kepercayaan yang terbenam di dalam diri. Tingkat kepercayaan diri seseorang sendiri adalah pondasi dari seberapa besar keberanian dan kesiapan diri yang mereka tunjukkan. Itu artinya, seseorang tidak akan pernah bisa memiliki keberanian dan kesiapan diri manakala ia tidak yakin dan percaya terhadap dirinya sendiri. Terlebih, sekadar untuk menentukan tempat duduknya sembari menikmati semua tantangan yang disodorkan ke hadapannya.

Kepercayaan diri pun sebenarnya harus dimiliki dan ditanamkan di dalam diri sesuai dengan porsi kebutuhannya. Sebab kepercayaan diri yang berlebihan akan mampu membuyarkan tumbuhnya keberanian dan kesiapan diri yang tidak sehat. Tidak ramah lingkungan terhadap orang di sekitarnya. Alhasil, hanya kepercayaan diri yang sesuai porsi dan tertata dengan baik yang dapat membantu melejitkan potensi keberanian dan kesiapan diri menghadapi setiap tantangan dalam keragaman situasi dan kondisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun