Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Obituari: Mbah Soetahar dalam Ingatan Saya

6 Agustus 2021   01:03 Diperbarui: 6 Agustus 2021   01:20 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

"Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia sebelum engkau (Muhammad); maka jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal?" Q. S. Al-Anbiya: 34. 

Kabar duka kembali menyelimuti segenap sivitas akademika Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU). Rabu, 04 Agustus 2021, Bapak Soetahar, M. A. (red; Mbah Soetahar) menutup usia. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.

Kabar kembalinya Mbah Soetahar ke haribaan yang Maha Kuasa itu dibenarkan dengan tersebarnya flayer; baik di story WhatsApp, di grup WhatsApp organisasi dan kanal media sosial keluarga besar sivitas akademika UIN SATU. 

Tidak hanya itu, bahkan sebagian orang yang tergolong pernah dekat dan akrab dengan almarhum Mbah Soetahar juga turut memposting foto momentum kebersamaan dengan beliau sembari mengimbuhkan do'a dan kalimat duka cita yang mendalam.

Selain mengabdikan diri sebagai seorang dosen, Mbah Soetahar juga merupakan pendiri SP IAI Singoleksono yang kini bertransformasi nama menjadi UIN SATU. Atas dasar fakta itu pula, popularitas beliau di kampus dikenal sebagai dosen yang paling sepuh sekaligus legenda hidup.

Sejauh yang saya ketahui, beliau adalah pribadi yang murah senyum, selalu tampil rapi, disiplin dan humoris. Tatkala masih sering wira-wiri dan duduk di bangku strata satu, sempat beberapa kali saya berpapasan dan menyapa beliau, lantas beliau membalas dengan senyumannya yang khas.

Senyumannya yang khas tersebut juga kerap mewarnai riuh aktivitas perkuliahan, lebih tepatnya tumpah ruah di setiap awal pertemuan kuliah. Tatkala duduk di semester empat, kebetulan beliau sempat mengampu mata kuliah PPKN di kelas saya. 

Perkuliahan dengan beliau pada kenyataannya tidak hanya berhenti sampai di sana, di semester lima, kelas saya kembali dipertemukan dengan beliau melalui mata kuliah Antropologi Lokal.

Sebagai salah satu muridnya, saya selalu mengamati dan berusaha membuat simpulan diri, bahwa senyumnya yang khas itu adalah senjata pamungkas yang secara pasti beliau jamukan kepada setiap orang yang ditemui. 

Masih dalam rentang waktu yang sama, saya juga berani menegaskan bahwa beliau adalah sosok yang selalu tampil rapi. Kerapian itu dapat dilihat dari kebiasaan beliau yang gemar membawa sisir kecil di saku celana, menggunakan sepatu pentofel mengkilap dan kerap mengenakan kemeja. Kemeja berlengan panjang lebih tepatnya. 

Pernah satu ketika, dalam perkuliahan saya duduk pada barisan bangku yang kedua, saya berusaha memicingkan mata guna melihat warna sisir kecil yang menjadi andalannya. Sisir kecil kepunyaan beliau itu ternyata hitam warnanya.

Masih terlintas jelas dalam benak saya, setelah senyum, kebiasaan lain yang beliau lakukan tatkala pertama kali sampai di dalam kelas, adalah merogoh sisir kecil yang ada di dalam sakunya, lantas beliau menyisir beberapa kali rambut putih tipisnya hingga tampak kelimis dan necis. 

Tak jarang pula, beliau mengeluarkan rokok kretek dari saku bajunya. Sembari menikmati setiap hisapan rokok yang dijepit dua jarinya, beliau berceramah menyampaikan materi perkuliahan yang diselingi dengan penuturan pengalaman dan lika-liku perjalanan kehidupannya. 

Model perkuliahan dengan metode ceramah dan sesekali menuliskan poin-poin penting dari pembahasan materi yang disampaikan memang menjadi ciri khas pengajaran beliau. Bahkan, model klasikal itu beliau genapkan sampai dengan empat belas pertemuan kuliah. 

Hal itu menunjukkan, di balik usianya yang tidak muda lagi masih tersimpan semangat jiwa mudanya yang tak lekang pergi. Darah mudanya terus bergejolak dan terkondisikan rapi. 

Bagi saya pribadi, fakta itu juga membuktikan bahwa beliau adalah pribadi yang disiplin, sebab tidak ada kata alpa dalam setiap pertemuan kuliah. Kedatangan beliau pada saat jadwal kuliah, juga sangat jarang molor, meski terkadang saya kerap mendapati kujur awaknya yang terluputi sisa nafas yang terengah-engah.

Lambat-laun, di balik sisa nafas yang terengah-engah itu teramu rentetan cerita yang menggelitik. Rentetan cerita menggilitik itu selalu berhasil tampil menyingkirkan kejenuhan dan kekikukan selama proses perkuliahan berlangsung. 

Mbah Soetahar memang gemar bercerita tentang kekonyolan dan betapa lucunya hidup. Beliau selalu menceritakan kisah tentang ruang lingkup realitas kehidupan berkeluarga. 

Meski demikian, waktu itu saya pikir sebagian besar teman-teman sekelas saya tampaknya satu suara, bahwa yang menjadi cerita favorit dari almarhum Mbah Soetahar adalah tentang tips mengelola keharmonisan dalam berumah tangga. Utamanya tentang faktor-faktor yang banyak mempengaruhi kepanjangan dan kedalaman. 

Kini Mbah Soetahar benar-benar telah berkumpul bersama keluarga, karib-kerabat dan teman-teman seperjuangannya yang telah pulang mendahuluinya. Kepulangan beliau tentu disambut hangat oleh para pendahulu yang telah menorehkan jasa di kampus tercinta, UIN SATU. 

Sugeng tindak Mbah. Dunia kita mungkin sudah terpisah namun jasa dan kebaikanmu selalu hidup bersama kami. 

Mari merapal doa sejak untuk si Mbah dan para pendahulu kita. Al-fatihah.

Tulungagung, 06 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun