Mohon tunggu...
Ahmad Saukani
Ahmad Saukani Mohon Tunggu... Administrasi - pensiun bukan lantas berhenti bekerja

pensiun bukan lantas berhenti bekerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menganyam Ketupat, Apakah Saya Berlaku Seni?

22 Juni 2018   13:54 Diperbarui: 22 Juni 2018   14:03 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menganyam ketupat/dok pribadi

Sepuluh tahun terakhir setiap akhir Ramadan biasanya dua hari menjelang Lebaran saya akan mencari janur untuk saya anyam menjadi kulit ketupat. Jakarta kendati tidak ada lagi kebun kelapa, tapi daun kelapa muda alias janur dengan mudah didapat, menjelang Lebaran di sekitar Pasar Palmerah akan menjadi salah satu tempat bursa kulit ketupat termasuk janur bisa kita beli.

Janur ini adalah bahan pembuat ketupat yang dianyam sedemikian rupa hingga berbentuk selongsong, orang biasa menyebutnya dengan kulit ketupat. cara menganyamnya cukup rumit, tapi buat yang sudah memahaminya menganyam kulit ketupat itu cukup  mengasyikan. Buat saya menganyam kulit ketupat malah bisa sebagai terapi stress.

Sejak dulu Ibu-Bapak saya terampil dan pandai sekali menganyam kulit ketupa,  mereka bisa menyelesaikan satu kulit ketupat dengan cara yang cepat. Saya sendiri tidak pernah bisa menguasai cara menganyam kulit ketupat ini meski berkali-kali diajari. Baru ketika saya tinggal di Mekkah, teman saya pak Sumantri asal Mranggen, Semarang sukses membuat saya memahami bagaimana cara menganyam janur hingga berbentuk kulit ketupat. Makanya sejak itu, sudah berjalan sepuluhan tahun, setiap menjelang Lebaran saya selalu ingat beliau.

Kendati kulit ketupat siap pakai banyak dan mudah didapat dengan harga  relatif  murah saya tetap pilih beli janur dan membuat sendiri kulit ketupat. Ada kepuasan dan sensasi yang saya rasakan saat melipat-lipat janur hingga berbentuk kulit ketupat.

Membuat atau menganyam janur hingga berbentuk kulit ketupat menurut saya adalah pekerjaan seni yang tidak setiap orang bisa memahaminya. Dan menurut saya lagi proses melipat-lipat janur itulah dan disitulah nilai seninya. Sayang memang cuma saya sendiri sebagai pelakunya yang bisa menikmatinya.

Beda dengan Pelukis yang melukis atau Pematung yang mematung, semua orang yang punya selera seni akan dapat menikmati hasil karya mereka.

Sebagai warga Betawi saya memandang ketupat, ya ketupat saja sebagai penganan yang menjadi istimewa di hari Lebaran. Tanpa ketupat, Lebaran terasa hambar. Beda dengan masyarakat Jawa ketupat dianggap istimewa lantaran  ketupat bukan cuma penganan di hari Lebaran tapi dianggap punya pilosofi sendiri

Ketupat atau kupat dalam filosofi Jawa dikatakan, antara lain merupakan kependekan dari Ngaku Lepat yang artinya mengakui kesalahan; yang ditandai dengan tradisi sungkeman terhadap orang tua. Tradisi sungkeman ini mengajarkan pentingnya menghormati orang tua dan bersikap rendah hati terhadap siapapu..

Menganyam ketupat jelas adalah laku seni yang tidak setiap orang  bisa melakukan dan menghayatinya. Ketupat itu sendiri ketika sampai dimeja makan akan bedampingan dengan masakan yang juga adalah hasil karya seni, seni memasak warisan budaya bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun