Mohon tunggu...
Manda Niken
Manda Niken Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya suka mendengerkan musik dan saya sangat benci bau durian.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perspektif Kearifan Lokal Rejeban Plabengan dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Cepit, Pagergunung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah

21 Februari 2025   20:55 Diperbarui: 21 Februari 2025   20:41 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Rejeban Plabengan ( Sumber : Momon Octara) 

Pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat perdesaan, seperti yang ada di lereng Gunung Sumbing, tepatnya di Desa Cepit, Pagergunung, Bulu, Temanggung. Sebagian besar penduduk desa ini mengandalkan pertanian sebagai sumber pendapatan utama. Masyarakat di desa ini masih sangat kental dalam menerapkan tradisi bertani yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu tradisi bertani berbasis kearifan lokal yang masih terjaga hingga saat ini adalah Rejeban Plabengan, sebuah ritual tahunan yang dilakukan setiap bulan Rajab dalam penanggalan Jawa sebagai bentuk rasa syukur atas kelimpahan air, kesuburan tanah, serta keberkahan dalam kehidupan dan pertanian mereka. Ritual tersebut berpusat di Bukit Plabengan, yang dipercaya sebagai tempat petilasan Ki Ageng Makukuhan, seorang tokoh penyebar agama yang juga dikenal sebagai pelopor pertanian di daerah tersebut. Penghormatan kepada leluhur, khususnya Ki Ageng Makukuhan, juga menjadi bagian penting dalam ritual ini sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan ilmu pengetahuan dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Di Bukit Plabengan terdapat mata air yang dianggap suci sebagai sumber kehidupan bagi pertanian masyarakat sekitar, yang harus dilestarikan agar tetap memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Dengan demikian, tradisi Rejeban Plabengan tidak hanya menjadi bentuk ekspresi spiritual dan budaya, tetapi juga simbol pelestarian alam serta pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. 

Dalam pelaksanaannya, masyarakat menggelar kirab tenong yang berisi nasi tumpeng, ayam ingkung, pisang, serta makanan tradisional lainnya dengan mengenakan pakaian adat Jawa. Dalam kirab tersebut, mereka juga membawa gunungan serta tumpeng hasil bumi dari lahan pertanian yang ditanam oleh warga. Sebelum menikmati hidangan secara gotong royong, mereka berdoa bersama untuk memohon keberkahan dan keselamatan. Tradisi Rejeban Plabengan bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga memiliki keterkaitan erat dengan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan. Dalam praktiknya, tradisi ini mencerminkan keseimbangan antara manusia dengan alam serta memperkuat nilai sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Rejeban Plabengan juga berkontribusi pada tiga aspek utama dalam konsep pertanian berkelanjutan, yaitu aspek sosial (people), lingkungan (planet), dan ekonomi (profit).

Foto Rejeban Plabengan ( Sumber : Momon Octara ) 
Foto Rejeban Plabengan ( Sumber : Momon Octara ) 

1. Aspek Sosial ( People )

Dari segi aspek sosial, kearifan lokal bertani dalam tradisi Rejeban Plabengan memiliki dampak positif karena memperkuat nilai kebersamaan dan kerja sama melalui sistem gotong royong. Sistem ini memudahkan para petani dalam mengelola lahan dan hasil panen, terutama bagi warga yang memiliki keterbatasan tenaga kerja. Selain itu, tradisi Rejeban Plabengan mengajarkan masyarakat untuk bersyukur kepada Tuhan atas hasil pertanian serta mewariskan nilai-nilai budaya dan tradisi kepada generasi muda agar tetap menghargai alam dan pertanian. Dengan adanya praktik ini, masyarakat terus menjaga keterikatan dengan tanah dan lingkungannya, sehingga pertanian tidak hanya dianggap sebagai mata pencaharian tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya.

2. Aspek Lingkungan ( Planet ) 

Dari segi aspek lingkungan, praktik pertanian di Cepit, Pagergunung sangat mendukung prinsip pertanian berkelanjutan. Tradisi Rejeban Plabengan mengajarkan pentingnya keseimbangan ekosistem, terutama dalam melestarikan sumber mata air dan mencegah pencemaran lingkungan agar air dapat mengalir ke lahan pertanian dengan efisien. Sumber mata air yang ada di Bukit Plabengan dijaga oleh aturan adat yang melarang eksploitasi sumber daya air secara berlebihan, sehingga ketersediaan air tetap terjaga untuk generasi mendatang.

Selain itu, tradisi ini juga menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk menerapkan praktik pertanian ramah lingkungan, seperti menggunakan sistem irigasi alami, mengurangi penggunaan bahan kimia berlebihan, serta menjaga keanekaragaman hayati di sekitar lahan pertanian. Hal ini membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan ketahanan pangan dalam jangka panjang. Namun, tantangan dalam aspek ini adalah perubahan iklim yang dapat memengaruhi ketersediaan air dan kesuburan tanah. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai teknik konservasi tanah dan air, seperti penggunaan terasering, agroforestri, dan pemanfaatan pupuk organik, agar pertanian tetap lestari dan produktif.

3. Aspek Ekonomi ( Profit ) 

Dari segi aspek ekonomi, Rejeban Plabengan memiliki potensi besar untuk memberikan keuntungan bagi petani, baik dari sektor pertanian maupun sektor pariwisata. Produk unggulan dari daerah ini, seperti tembakau srintil dan kopi khas Temanggung, memiliki harga tinggi di pasar domestik maupun ekspor, sehingga menjadi komoditas utama yang menopang perekonomian masyarakat. Dengan praktik pertanian yang selaras dengan alam dan tradisi leluhur, kualitas hasil pertanian dapat ditingkatkan, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan petani.

Selain itu, Rejeban Plabengan memiliki potensi besar dalam sektor agrowisata, di mana tradisi ini dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya. Upacara ritual, kirab tenong, serta keunikan hasil pertanian lokal dapat menjadi atraksi bagi wisatawan yang tertarik dengan budaya dan ekowisata. Jika dikelola dengan baik, sektor ini dapat membuka peluang kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis lokal. Namun, agar potensi ini dapat dimaksimalkan, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, kelompok petani, dan pelaku industri kreatif, untuk mempromosikan tradisi ini secara lebih luas. Selain itu, infrastruktur penunjang, seperti akses transportasi, fasilitas wisata, serta pemasaran digital, perlu diperkuat agar wisata budaya Rejeban Plabengan dapat berkembang dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat setempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun