Mohon tunggu...
Politik

PKS Andalan Pemilih Muslim dalam Pilpres 2019?

7 Februari 2018   17:27 Diperbarui: 7 Februari 2018   17:37 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tiga tokoh politik tersohor Fadli Zon, Fahri Hamzah, dan Anis Matta bertemu di Mukernas KA-KAMMI Sabtu (3/2) lalu. Ada dua berita penting yang lahir dari perhelatan tersebut: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengacungkan kartu merah buat rezim Jokowi dan dideklarasikannya Anis Matta sebagai kandidat di bursa capres PKS. Apakah ini tandanya Jokowi dan Prabowo bakal dapat saingan baru dari kubu partai Islam? Jawabannya: iya.

Kepercayaan diri PKS untuk menjadi penyeimbang dua kubu partai nasionalis utama PDIP dan Gerindra makin kentara setelah aksi Ketua BEM UI menginterupsi pidato Jokowi pakai kartu kuning. PKS punya sejarah kedekatan dengan KAMMI, meski beberapa kali ditampik oleh pemimpinnya. Fahri Hamzah, yang kala itu Presiden pertama KAMMI gerak cepat membentuk Partai Keadilan (PK) sejurus setelah Suharto turun dari kursi Presiden RI. Dikarenakan gagal memenuhi persyaratan ambang batas parlemen, PK berubah nama jadi Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS) pada 2003. 

Aksi berani Zaadit Taqwa jadi momentum bagi para aktivis 1998 jebolan KAMMI ini buat menegaskan kekuatan mahasiswa sebagai agen perubahan. Trio Fadli, Fahri, dan Anis turut andil dalam menggugat kepemimpinan Suharto yang pada masa itu banyak terganjal skandal korupsi dan krisis ekonomi. Tentu saat-saat emas ini tidak hendak dibiarkan begitu saja, di kesempatan Mukernas KAMMI, nama Anis Matta digadang-gadang menjadi capres andalan PKS, begitupun dengan nama Fahri Hamzah. Lepas Mukernas, tagar #FahR1 mewarnai platform Twitter dengan pesan-pesan yang mendukung pencalonannya menjadi orang nomor satu di Indonesia pada pilpres mendatang.

PKS jelas berambisi besar menghadirkan koalisi ketiga, tercermin dari usahanya menggelar bursa capres yang memunculkan 9 nama kuat, seperti: Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al Jufri, Tifatul Sembiring, Al Muzammil Yusuf, dan Mardani Ali Sera. Reputasi kesembilannya tidak bisa diremehkan, sebut saja Aher yang menguasai suara Jabar selama dua periode 2008 sampai 2018.

Nomor kedua ada Hidayat Nur Wahid selaku negarawan yang dikenal relijius dan sempat dipercayai sebagai Ketua MPR periode 2004-2009 dan Wakil Ketua MPR pada 5 tahun setelahnya. Setelahnya, Anis Matta yang seorang pengusaha dan politisi senior PKS pun sudah meraup dukungan besar. Belum lagi nama-nama beken seperti Tifatul Sembiring yang sempat menanjak sejak jadi Menkominfo dan Salim Segaf Al Jufri yang bekas Mensos dan kini tengah menjabat Ketua Majelis Syuro PKS.

Partai Islam Tetap Kuat di Tengah Cobaan

Sejak orde baru tumbang, pemilu yang semula hanya boleh diikuti oleh tiga partai politik PPP, PDIP, dan Golkar, kini sudah lebih bebas diikuti oleh partai politik manapun asal memenuhi kuota minimal anggota. Bahkan dalam Pemilu 1999, tercatat 181 partai politik berpartisipasi. Partai Keadilan (PK), embrio PKS, pun tidak luput tercatat dalam daftar panjang tersebut. Kesuksesan PK terbukti ketika ia masuk ke urutan tiga besar sebagai partai berlandaskan ideologi Islam, dengan prestasi yang makin membanggakan di tiap pemilu. Setelah menyandang nama PKS, partai ini dengan pasti merebut suara rakyat. Di tiap lima tahun perolehan suara, PKS berhasil terus menaikkan rekornya dengan total pemilihan 8.480.204 suara pada Pemilu 2014, naik 200 ribu suara dari Pemilu 2009. Pemilu 2019, siapa takut?

Gelombang meningkatnya jumlah pemilih partai Islam dapat dengan mudah diprediksi menggunakan beragam faktor, salah satunya faktor sosiologis Islam sebagai agama yang dianut kelompok mayoritas di negeri ini. Faktor kedua adalah faktor teologis yang dirasa semakin dibutuhkan masyarakat modern untuk berpegang di tengah era disruptif ini. Agama tidak hanya dimaknai sebagai jalan spiritual dalam ranah privat tetapi juga muncul sebagai solusi dalam masalah ketatanegaraan, pendidikan, dan moral. Faktor terakhir adalah historis, di mana organisasi Islam adalah kunci penting untuk membuka pintu kemerdekaan. Sarekat Dagang Islam, adalah perkumpulan Muslim yang menjadi tonggak perjuangan membangun identitas bangsa Indonesia di masa penjajahan.

Kebulatan tekad pemilih muslim akhir-akhir ini seringkali diuji oleh rezim yang sedang berkuasa. Kedatipun demikian, suara umat Islam tampak solid melawan narasi-narasi sekularisme yang dibawa oleh koalisi pemerintah. Dilancarkannya Perppu Ormas adalah satu dari sekian tanda bahwa partai yang menyokong pemerintah tengah kelimpungan meredam derasnya suara dari kubu partai Islam. Tujuh Fraksi yang menyetujui kesemuanya adalah koalisi partai Nasionalis yang kini tengah mendominasi, bukan kebetulan apabila Perppu tersebut disahkan di penghujung tahun 2017, tidak sampai 6 bulan sebelum pesta demokrasi daerah dimulai. Jelas sekali Ormas Islam adalah tumpuan kaderisasi partai-partai berideologi Islam, maka keputusan pemerintah membungkam salah satunya bisa digolongkan sebagai upaya menyabotase suara potensial.

Berbagai upaya pelemahan alat politik umat Islam seharusnya disadari betul oleh para pemilihnya. Bahwa Islam sudah tidak lagi eksklusif bagi mereka yang dilahirkan sebagai Muslim, namun dalam hal politik ajaran-ajaran bernegara dari Rasulullah dapat diadopsi. Bahkan dalam penyusunan dasar bernegara bangsa Indonesia Konstituante 1955, ideologi Islam mencapai suara yang hampir menyamai kubu nasionalis dengan selisih 40 kursi saja dengan Blok Pancasila. Inilah saat yang tepat bagi para pemilih muslim untuk sekali lagi unjuk gigi dalam Pemilu 2019, apabila Desember 2017 yang lalu umat Islam mampu menggalang 200 ribu massa untuk berkumpul di Monas, maka tidak ada yang tidak bisa diwujudkan pada Pilpres 2019 mendatang.

PKS: Pilihan Utama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun