Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Saat Sakit tak Lagi Murah: Renungan tentang Kesehatan, Kemanusiaan, dan Harapan

7 Agustus 2025   08:06 Diperbarui: 21 Agustus 2025   06:44 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Mat Solat (ALm)  Stoke (Foto: Dok. Instagram) 

Tidak jauh dari terminal bus di kotaku, saya menemui seorang pasien stroke—penjual bakso yang rumahnya sekaligus warung mungil kontrakan. Tangannya tak bisa digerakkan, kakinya terseret lemah. Ia adalah tulang punggung keluarga. Sejak sakit, pendapatan terhenti, anak-anak tak lagi jajan, istrinya cemas menatap dapur yang mengepul seadanya.

Sebagai terapis, saya menyaksikan langsung bukan hanya kondisi tubuhnya, tapi juga beban batinnya. Ia bukan sekadar pasien, ia adalah gambaran dari banyak kepala keluarga yang sedang berjuang untuk sembuh, dan untuk tetap hidup. Namun yang menyayat hati bukan hanya penyakitnya, melainkan sistem yang membuat pemulihan terasa jauh karena terbentur kemampuan membayar.

Ketika Kesehatan Menjadi Pilihan, Bukan Kewajiban

Banyak dari kita berharap pelayanan kesehatan hadir sebagai bentuk kasih sayang negara kepada rakyatnya. Tapi realitas tak selalu seindah itu. Di tengah antrean yang panjang, di balik ruang IGD yang penuh, seringkali kita temukan orang-orang yang harus menunda pengobatan, bahkan menyerah, karena biaya. Padahal sehat adalah hak, bukan privilese. Harusnya dapat diakses siapa pun, tanpa memandang isi dompet.

Belajar dari Masa Lalu, Menata Masa Depan

Tulisan ini bukan sekadar nostalgia atau romantisme sejarah. Ini ajakan untuk merenung, bergerak, dan menata ulang arah peradaban. Kita telah terlalu jauh meninggalkan prinsip-prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang menjadikan pemimpin sebagai pelayan, bukan pedagang atas derita rakyat. Kita hidup dalam sistem yang gagal menjamin hak dasar rakyatnya—termasuk hak untuk sehat.

Sistem hari ini menuntut rakyat untuk membayar mahal atas haknya sendiri. Kita dibentuk menjadi manusia-manusia yang menerima ketidakadilan sebagai kebiasaan. Padahal Islam datang untuk mengangkat derajat manusia, bukan sekadar menambal luka sosial. Pelayanan kesehatan bukan soal untung-rugi, tapi soal tanggung jawab dan amanah. Negara bukan penyedia layanan yang menghitung laba, tapi pengurus umat yang memastikan tidak ada satu pun rakyat yang terabaikan.

Kita perlu menyadari bahwa perubahan tidak akan datang dari sistem yang gagal itu sendiri. Harus ada kesadaran kolektif, bahwa arah harus diubah, paradigma harus diganti, dan kompas sosial kita harus kembali menunjuk pada nilai-nilai Islam. Sejarah telah memberi kita bukti, dan Islam telah memberi kita solusi. Tinggal kita, mau terus hidup dalam sistem tambal sulam, atau mulai membangun fondasi peradaban baru.

Menyalakan Harapan, Menebar Solusi

Islam memberikan inspirasi: bahwa pengurusan rakyat adalah amanah, bukan bisnis. Bahwa masyarakat yang saling peduli adalah fondasi yang kuat. Dan bahwa negara yang berpihak pada yang lemah adalah cermin dari keadilan.

Kita bisa mulai dari hal kecil: memperkuat solidaritas sosial, mendukung layanan berbasis wakaf, dan mendorong kebijakan yang berpihak pada kesehatan rakyat secara menyeluruh. Bukan untuk menciptakan dunia utopia, tapi untuk mengurangi air mata yang jatuh karena pengobatan tak terjangkau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun