Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Berbasis Cinta: Romantis Tapi Keliru

26 Juli 2025   22:05 Diperbarui: 21 Agustus 2025   11:25 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Baru-baru ini, Kementerian Agama RI memperkenalkan gagasan “Kurikulum Berbasis Cinta” untuk madrasah dan satuan pendidikan Islam. Kata “cinta” memang terdengar indah. Ia sering diasosiasikan dengan kelembutan, kasih sayang, dan semangat kemanusiaan. Namun, ketika “cinta” dijadikan landasan utama pendidikan, muncul pertanyaan besar: apakah itu sejalan dengan Islam?

Cinta Itu Akibat, Bukan Asas
Dalam Islam, pondasi utama kehidupan manusia adalah akidah Islamiyah. Dari sanalah semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan, harus dibangun. Pendidikan dalam Islam tidak bertumpu pada perasaan atau nilai universal yang luwes ditafsirkan, tetapi pada keyakinan terhadap Allah, Rasul-Nya, dan ajaran Islam secara menyeluruh.

Cinta memang penting. Tapi dalam Islam, cinta adalah buah dari keimanan—bukan asas. Seseorang mencintai Allah karena dia beriman. Ia mencintai sesama karena ia meyakini perintah Allah untuk berbuat baik kepada manusia. Maka cinta sejati tidak akan tumbuh kecuali dari akar akidah yang benar.

Sayangnya, narasi “kurikulum berbasis cinta” ini tampaknya mengaburkan skema dasar pendidikan Islam. Seolah-olah cinta bisa berdiri sendiri sebagai ideologi pendidikan, padahal cinta yang tidak dituntun wahyu bisa jadi liar, permisif, bahkan menyesatkan.

Ketika Emosi Menggeser Ideologi
Dalam wacana kontemporer, banyak nilai yang diangkat secara universal tanpa fondasi ideologis yang jelas. “Cinta”, “damai”, “toleransi”, dan “kemanusiaan” sering dielu-elukan tanpa dikaitkan dengan syariat Islam. Akibatnya, nilai-nilai ini bisa dipakai untuk mendukung apa saja, termasuk yang bertentangan dengan Islam.

Misalnya, atas nama cinta, seseorang bisa menormalisasi hubungan terlarang, melegalkan kemaksiatan, atau mentolerir kekufuran. Padahal cinta dalam Islam tidak boleh melampaui batas syariat:

"Dan orang-orang yang beriman itu sangat besar cintanya kepada Allah." (QS Al-Baqarah: 165)

Cinta yang tidak dituntun akidah hanya akan menghasilkan pendidikan yang lembek secara ideologi, tanpa daya tahan terhadap tantangan zaman dan arus pemikiran global.

Pendidikan Islam: Harusnya Berbasis Akidah
Sistem pendidikan Islam yang benar bertujuan membentuk syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) dalam diri peserta didik. Ini hanya bisa terwujud jika seluruh kurikulum, materi, metode, dan evaluasi didasarkan pada akidah Islam, bukan pada emosi atau nilai universal tanpa pijakan.
Seharusnya asas pendidikan adalah akidah Islam. Dari akidah ini diturunkan seluruh tujuan pendidikan, materi pelajaran, serta metode pembelajarannya." Maka, jika pendidikan ingin melahirkan generasi yang cinta ilmu, cinta sesama, dan cinta Allah, fondasinya haruslah iman yang kuat. Bukan cinta yang dijadikan asas, tetapi akidah yang akan melahirkan cinta yang benar.

Menghindari Kekeliruan Fatal

Ada tiga kekeliruan besar bila kurikulum pendidikan menjadikan cinta sebagai asas:
1. Kaburnya arah pendidikan: Tanpa dasar ideologis, “cinta” bisa ditafsirkan secara bebas dan berubah-ubah sesuai tren zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun