Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk pelajar se-Indonesia mulai digulirkan. Di berbagai forum, ini diklaim sebagai langkah mulia: negara hadir memberi makan anak-anak rakyatnya.
Namun, siapa pun yang menyimak kondisi anggaran negara hari ini tentu perlu bertanya lebih dalam: benarkah ini prioritas yang paling penting saat ini? Ataukah ini hanya sekadar memenuhi janji kampanye, meski harus mengorbankan ruang fiskal dan menambah beban APBN?
Saeutik Mahi, Loba Nyesa
Dalam khazanah Sunda, ada petuah bijak:
“Saeutik mahi, loba nyesa.”
Artinya, “Sedikit pun cukup, apalagi banyak—harusnya ada sisa.”
Sayangnya, APBN kita cenderung sebaliknya: belanja besar, manfaat kecil. Penganggaran kita disusun dengan pola yang tak sehat: belanja ditetapkan dulu, baru cari pendapatan—meski harus lewat utang. Akibatnya, setiap tahun utang dan bunganya membengkak, menyita hampir separuh pendapatan negara.
Belum lagi, kita menyaksikan program-program raksasa seperti pemindahan ibu kota negara (IKN), pengembangan proyek kereta cepat hingga Surabaya, dan fasilitas pejabat yang nyaris tak tersentuh efisiensi. Sementara itu, jalan desa rusak, sekolah bocor, jembatan ambruk, dan akses air bersih masih jadi mimpi di pelosok negeri.