Mohon tunggu...
Mutia Masugi
Mutia Masugi Mohon Tunggu... Administrasi - Story Teller Relief Candi Borobudur dan penulis buku dongeng anak Pangeran Sudhana dan 17 Kisah Lainnya berbasis seni membaca Relief Candi Borobudur

Mudahnya berbagi lewat apa saja, termasuk berbagi kisah-kisah sederhana yang mampu membangun karakter.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satire

15 April 2021   05:38 Diperbarui: 15 April 2021   06:00 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering kita dengan mudahnya mengucapkan kata : baper, parnoan, cemen, lemah, penyakitan, dan sejenisnya.

Buat saya, kata-kata di atas tidak boleh lepas  dari mulut seseorang. Apalagi orang tua kepada anak, seseorang kepada sahabatnya, atau guru kepada murid. Yang kesemuanya itu notabene adalah orang terdekat di hati sebuah individu,__sesuai definisi nama adalah kelompok orang yang harusnya melindungi, menyayangi, dan mengayomi.

Ada seorang mahasiswi, ibunya sedang dirawat karena covid. Ayahnya Ca stadium akhir. Pacarnya baru meninggalkannya.
Si mahasiswi terlambat menghadap dosen pembimbing skripsinya. Akibatnya, dia dimarahi oleh dosen tersebut, lalu menangis.

"Begitu saja nangis. Baper ... " Kata dosen. Meledaklah dia. Hampir kalap dan juga hampir menyakiti dirinya sendiri.
Beruntung seseorang berhasil memenangkannya.

"Aku tuh mendingan dibilang goblok, Dok. Karena mungkin aja aku goblok. Ada bukti di nilai-nilai aku. Tapi soal baper, kan nggak ada yang tau isi hatiku atau apa yang sedang aku hadapi ..."

Dan bukan dia saja.
Berapa waktu lalu ada juga yang berkisah bahwa dia sangat ketakutan lantaran sesuatu hal. Namun, orang tuanya berpikir bahwa itu hanya hal sepele dan si anak di cap manja.

Woaa ... dia sakit hati banget. Dan makin ketakutan. Karena tidak ada tempat untuk bersandar, bahkan orang tuanya sendiri.
Dalam cerita ini dia akhirnya pergi dari rumah, ke tempat sahabatnya, dan tinggal di sana hingga hatinya tenang. Untung masih punya sahabat sebagai tempatnya berteduh.

Saya juga contohnya, phobia dengan yang namanya durian. Jangankan makan, mencium aroma, melihat bentuknya apalagi yang sudah menjadi jus atau fla ... bisa langsung keringat dingin, pusing, mual, bahkan muntah-muntah.

Tidak sedikit yang heran, karena bagi sebagian orang, durian adalah buah yang sangat lezat. Ada juga yang menjadikannya  bahan tertawaan dan mengatakan, "Lebay, kok segitunya amat!"

Ada juga cerita tentang seorang ibu, seorang teman, seorang saudara ...
Iramanya sama. Sakit hati dengan stigma yang di cap di dahinya dengan sembrono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun