JENGKOL. Begitu banyak orang menyebutnya, seperti sering saya saksikan di televisi, terutama host atau narator pada acara-acara kuliner yang ditayangkan televisi tentang makanan rakyat yang beraroma bau, namun banyak digemari masyarakat.
Jengkol atau Pithecollobium Jiringa atau Pithecollobium Labatum, merupakan jenis tanaman khas wilayah tropis Asia Tenggara. Pohon ini banyak ditemukan di Indonesia, Malaysia, Myanmar dan Thailand.
Jengkol bisa dipasak dengan pelbagai menu mulai dari digoreng, disemur atau diopor dan lainnya. Di Jakarta, ada warung nasi yang khusus menyajikan jengkol dengan pelbagai menu.
Jengkol merupakan makanan yang banyak digemari oleh masyarakat Betawi dan masyarakat Pasundan Jawa Barat. Bahkan, sekarang ini banyak digemari pula masyarakat lainnya di tanah air.
Dalam penyebutan jengkol ada kerancuan sebutan. Di Jawa Barat, ada yang disebut jengkol dan sepi. Jadi harus dibedakan mana yang disebut Jengkol dan mana yang disebut “Sepi” (Tidak tahu kalau di Betawi, apakah sama atau tidak).
Nah yang disebut Jengkol, yaitu biji Jengkol yang masih ada cangkangnya (kulitnya), biasanya jengkol yang masih muda, enak untuk lalapan atau coel sambel ( Bahasa - Sunda). Sedangkan jengkol yang sudah tua dibuang kulitnya kemudian dikubur di dalam tanah untuk diproses menjadi yang namanya “Sepi”.
Sekarang ini, sangat jarang memproses Jengkol menjadi “Sepi” dengan cara dikubur, yaitu lebih praktis, ekonomis, dan tidak memakan waktu lama untuk proses pembuatan “Sepi”, yaitu biji-biji jengkol yang sudah tua direndam dengan air secara teratur di dalam tong-tong besar.
Berbeda dengan pembuatan “Sepi” yang prosesnya dikubur di dalam tanah, biasanya minimal memakan waktu seminggu, bahkan bisa dua minggu, dan rasanya lebih enak dan empuk, jika dibandingkan dengan sepi yang prosesnya direndam di dalam tong yang sekarang banyak dijual di pasar-pasar.
Jadi itulah bedanya jengkol dengan “Sepi” di Jawa Barat. Makanan rakyat yang bau dan dapat merangsang nafsu makan itu, namanya “Sepi” yang proses pembuatannya direndam dalam air atau dikubur dalam tanah. “Sepi” mentah banyak dijual di pasar-pasar yang kulitnya kecoklat-coklatan, yang harganya kadang-kadang mahal melangit. Harganya, setiap kilogramnya menyamai harga daging sapi.
0000
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI