Mohon tunggu...
Malmal Amalia
Malmal Amalia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Semut, Nyamuk, dan Manusia

15 Agustus 2018   22:58 Diperbarui: 16 Agustus 2018   00:17 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Malu aku malu... Pada semut merah...

Yang berbaris di dinding

Menatap ku curiga

Seakan penuh tanya

Sedang apa di sini..."

Petikan lagu dari penyanyi kondang asal Indonesia di atas sangat ramah terdengar di telinga kita. Jadi pada ikutan nyanyi, kan? Namun, bukan tentang lagu tersebut yang akan dikisahkan. Di sini seorang sesosok manusia pun malu terhadap para jajaran semut (sama seperti lirik lagu) dan mendapatkan inspirasi dari perilaku mereka.

Plak, bunyi tepukan telapak tangan ketika melihat nyamuk dengan santainya melenggang di dekat tangan manusia. Tidak sampai mati, cukup sampai si nyamuk tak dapat bergerak. Naas bagi nyamuk namun rezeki bagi kumpulan semut. Seekor semut bergerak mendekati nyamuk yang sudah koma. Bersama seeokar temannya, ia berusaha menggotong nyamuk tersebut untuk di bawa ke markas. Manusia yang sedang iseng melihat gerak-gerik mereka pun berusaha membantu dengan meniup ke arah 2 ekor semut dan nyamuk yang koma. Ternyata, bantuan tidak berarti, apa-apa malah merugikan. Seekor semut jatuh terpelanting tak tentu arah. Satu semut lainnya yang bertahan pun pulang ke markas. Entah apa yang ia lakukan. Sekeluarnya ia dari markas, ia langsung menghampiri sahabatnya yang jatuh tersungkur. Tidak beberapa lama, keluarlah para jajaran semut lain yang saling bahu-membahu membawa nyamuk yang hampir menjadi bangkai ke markas. Si manusia mengira-ngira apa yang dilakukan sobat semut tersebut di dalam markas. Ia mungkin memberitahu pada komplotannya bahwa ada santapan lezat di luar sana dan sahabatnya yang tadi pergi bersamanya cedera. Mereka pun membagi tugas dengan selayaknya. Tak tahan, si manusia terharu dengan kejadian mini namun berarti makro.

Kisah lainnya tentang semut yang mungkin sudah banyak kita dengar dan kita baca. Seekor semut berusaha menolong Nabi Ibrahim a.s yang sedang dibakar bara api. Ia membawa setetes demi setetes air berusaha memadamkan api tersebut. Kalau kita pikir, tidak ada artinya setetes air itu dibanding dengan api yang merajalela. Bukan dilihat dari apa yang si semut perbantukan, tapi dilihat dari niat semut yang walau ia tahu bantuannya tak berarti banyak, namun dengan ketulusan hatinya menolong makhluk ciptaan Tuhan lainnya yang sedang tertimpa musibah.

Tidakkah kita bisa mengambil energi positif dari kedua kisah ini? Kita belajar artinya persahabatan, kerja sama, dan niat yang tulus untuk menolong sesama. Semuanya sekaligus  dapatkan kitadari sosok semut. Sudah selayaknya, kita, Manusia, makhluk yang diberikan akal melakukan apa yang seperti komplotan semut lalukan. Kerja sama, persahabatan, dan niat yang kuat untuk berusaha keras merupakan energi yang tidak ada habisnya. Sebuah tim sepak bola tidak akan meraih kemenangan jika hanya satu pemain saja yang hebat. Sebuah negara tidak akan sejahtera jika hanya salah satu pihak saja yang berusaha. Belajar dari semut tadi, mari kita bahu-membahu, bekerja sama menolong saudara kita yang tertimpa musibah di Lombok dan sekitarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun