Mohon tunggu...
malika kirana
malika kirana Mohon Tunggu... -

Cilegon is the best

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kamilah rakyat! dan Kami Berpendapat Kamu B*ngs*t!

15 April 2011   00:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:47 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petisi sudah meluncur.
Sekarang mari kita bicara mengapa itu penting, atau tak penting, dan mengapa itu perlu didukung.
Sepidol hitam sudah menunjukkan secara cukup terang mengapa kita perlu mengambil sebuah sikap.
Botaksakti sudah menulis artikel bagaimana efektivitas sebuah petisi.
Marzuki Coli sudah menulis bagaimana alternatif solusi sinting yang bisa dilakukan dalam kerangka sistem.
Karenanya, saya akan menulis yang tersisa, yang mungkin penting untuk dibaca.
Sebelumnya saya akan mengajukan satu pertanyaan pembuka,
"Pernah ketemu anggota DPR/DPRD petakilan dalam kehidupan sehari-hari? Apa yang anda lakukan ketika ia petakilan di depan mata?"
Saya akan kisahkan sedikit pengalaman saya punya.
Sedikitnya, ada tiga kali saya kepentok dengan kondisi dimana dalam kehidupan sehari-hari bertemu langsung dengan sikap tak senonoh para pembesar yang kita namakan wakil rakyat.
Yang pertama di depan pintu masuk sebuah mall di Bogor. Saya naik motor berada di belakang sebuah mobil cukup mewah dengan peneng DPRD di plat nomernya. Kami terhalang masuk angkot yang ngetem. Menyebalkan tentu saja. Perilaku supir angkot itu rata-rata memang ndak patuh pada peraturan. Jadi wajar apabila saya klakson pendek sekali. Tapi rasa sebal saya sontak beralih ketika si pengemudi mobil di hadapan saya membunyikan klason panjang berkali-kali dengan bunyi yang sangat memekakkan telinga. Dan saat itu terbitlah rasa amarah dalam diri saya.
Yang kedua, hampir serupa. Cuma kali ini di kereta (KRL).
Manajemen kereta itu brengsek, semua juga tahu. Kereta dari stasiun kota dihentikan saat masuk stasiun Depok dan tidak ada kereta yang bisa mengangkut penumpang ke Bogor meski sudah nunggu dua jam dan waktu sudah berlari sampai jam sembilan malam, itu bukan terjadi sekali dua.
Tetapi memaksakan kehendak dan menyatakan diri sebagai "saya Anggota DPRD" untuk mengintimidasi kepala stasiun menjalankan kereta yang diklaim "tidak sehat", itu buat saya konyol. Dan tolol.
Karena pemberangkatan kereta itu ada sistemnya. Pemeriksaan jalur kereta itu ada sistemnya. Main maksa begitu saja -apalagi untuk kereta yang dinyatakan kepala Stasiun dalam keadaan rusak-, bukan cuma melanggar sistem tapi yang paling penting membahayakan nyawa manusia yang nanti berbondong-bondong naik ke dalamnya. Seutas kalimat "Anggota DPRD" tidak akan pernah bisa menjadi pertanggungjawaban yang cukup ketika nyawa manusia --yang notabene rakyat-- menjadi taruhannya.
Dalam kedua kasus itu, terus terang saja, saya melampiaskan semua kegeraman saya pada sosok-sosok petakilan wakil rakyat yang sehari-hari saya baca dan dengar. Saya tidak peduli apakah mau dipanggil polisi atau sekadar satpam berlarian keluar. Bodo amat. Para b*ngs*t itu sesekali harus diajar adat.
Pengalaman itu bukan untuk menunjukkan anda harus melakukan kekerasan pada para manusia bejat yang menamakan dirinya wakil rakyat. Tapi dari pengalaman itu saya akan bertanya : Kapan kita pernah dapat kesempatan itu sesering kita suka. Dan berapa kali di antaranya kemudian kita tidak menanggung resiko jeratan hukum yang membayang. Berapa kali bluffing kita untuk ancaman nyawa bisa meredam penggunaan kekuasaan untuk merangket kita dalam penjara?
Yang saya tahu. Kesempatan itu tidak akan datang sesering yang kita mau.
Dan dalam kerangka itulah, perlawanan dalam bentuk petisi ini menjadi penting.
Petisi, untuk mencabut mandat --saya lebih suka menggunakan istilah itu ketimbang memecat-- adalah satu bentuk perlawanan yang bisa kita lakukan.
Persoalannya, kita akan selalu berhadapan dengan banyak pertanyaan.
Mengapa Nudirman? Mengapa Marzuki Coli tidak sekalian? Ruhut diapakan? Misbakhun?
Apakah memilih Nudirman dan melepaskan yang lain tidak dilatarbelakangi kepentingan politik juga?
Apakah efektif kita bisa mencabut mandat melalui petisi yang nanti bisa digugat kejelasan identitas pendukung di belakangnya?
Di titik ini maka saya akan memberi pendapat saya pribadi.
Bahwa pakemnya satu : Kita harus melawan.
Jangan lagi kita biarkan diri kita diam dipecundangi begundal-begundal wakil rakyat dengan trik manipulasi.
Perlawanan melalui sebuah petisi yang disampaikan langsung, dan bukan cuma diudarakan seperti di lingkungan facebook, adalah satu bentuk perlawanan yang bisa kita lakukan.
Anda tidak dibenarkan mengencingi muka para bajing(an) itu. Anda tidak akan dibenarkan mencabut nyawanya meski pakai santet mengirim kulkas dalam perutnya. Namun yang paling penting : Anda juga sebenarnya tidak dapat dibenarkan hanya diam dan duduk berpangku tangan!
Kesadaran bahwa kita hidup dalam sebuah sistem yang centang perenang harus menjadi kesadaran kita bersama.
Kita punya sistem perwakilan, tetapi ketika perwakilan itu menjadi khianat terhadap mandat, kita tidak memiliki sistem untuk mencabutnya.
Kita tidak dibentuk dalam sistem dimana mandat itu jelas, siapa memilih siapa, sehingga mereka akan selalu bisa berkelit dengan dalam bias argumentasi yang kerap keluar dari bacotnya : mengatasnamakan rakyat.
Justru di situ titik pentingnya.
Petisi ini merupakan salah satu bentuk dimana kita bisa menunjukkan : KAMILAH RAKYAT! DAN KAMI BERPENDAPAT KAMU B*NGS*T!
Petisi ini yang bisa menunjukkan bagaimana kita sebagai rakyat bersuara. Menunjukkan pada mereka ketidaksetujuan kita akan tindak tanduk, perilaku dan ucapan yang mereka keluarkan. Menunjukkan bahwa tindak tanduk, perilaku dan ucapan itu tidak pantas mewakili kita.
Perkara kecurigaan apakah ini ada kepentingan politik, mari kita jaga bersama!
Kita hantam sama-sama kalau ada ketidakadilan, si A dari partai anu dipetisikan, dan si B dari partai ane di biarkan melenggang.
Kita mulai dari si Nudirman, dan kita hajar yang lain belakangan.
Dan ketika pertanyaan efektifitas mengemuka, maka satu kesadaran yang harus kita punya : Bahwa tanpa dukungan tentu saja petisi seperti ini justru akan kehilangan efektifitasnya.
Jadi jangan lihat dulu nanti berhasil tidaknya. Yang terpenting nilailah ISI PETISINYA.
Jika anda bersetuju : Dukung! Habis perkara.
Selanjutnya kita kawal bersama-sama agar gerakan seperti ini tidak melenceng dari kemurnian yang kita inginkan.
Dan jangan berhenti dengan sekadar login, lalu mejet tombol dukung yang terbentang di layar monitor anda.
Kesadaran akan nilai efektifitas sepatutnya menyebabkan anda perlu untuk menyebarluaskan.
Sebarluaskan di facebook. Sebarluaskan di twitter. Posting di semua forum yang anda punya kesempatan.
Sosialisasikan kepentingan dan perlunya sebuah perlawanan.
Dan jangan lelah! Jangan berputus asa!
Jangan apabila anda sudah memposting terus setiap hari, dan nanti hasilnya tidak seperti anda harapkan menyebabkan anda berpikir bahwa perlawanan seperti ini memang tidak perlu dilakukan.
Justru upayakan tambah dukungan!
1 Juta, 5 Juta, 50 juta kalau kita bisa.
Dukung secara nyata.
Relakan waktu dan tenaga anda.
Berbaris bersama, tunjukkan identitas anda sebagai rakyat negara ini.
Dan,
Beranilah menanggung resikonya!
Perjuangan tidak pernah tanpa beban.
Perlawanan tidak pernah tanpa resiko yang membayang.
Kita rakyat, dan kita selama ini yang menghadapi hidup hari per hari.
Sementara mereka bergelimang dengan kekuasan menjadikan hidup kita seperti alas kaki.
Jadi, ijinkanlah diri anda untuk bersuara!
Dukung dan percaya hanya ada satu kata:
LAWAN!

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun