Mohon tunggu...
Malik Abdul Aziz
Malik Abdul Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Komunal

Menulis hal-hal umum agar tidak ada yang tertinggal

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kontradiktif, Boikot Pajak Rugikan Masyarakat

14 Maret 2023   16:38 Diperbarui: 14 Maret 2023   16:44 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Malik Abdul Aziz, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Kasus penganiayaan dengan tersangka MDS, anak mantan pegawai pajak, yang kerap memamerkan aset glamor di media sosial bagaikan bola salju. Kementerian keuangan (Kemenkeu) telah menyatakan sikap. Selain mengutuk segala bentuk tindak kekerasan, kemenkeu juga mengecam gaya hidup mewah jajarannya yang dapat menggerus kepercayaan masyarakat dalam pengelolaan uang negara.

Penanganan kasus berjalan, tersangka diamankan, orang tua pelaku pun telah menanggalkan jabatan. Bukannya reda, kini muncul ajakan Stop Bayar Pajak. Sebuah laungan hasil pola pikir yang khilaf. Alih-alih melampiaskan kekecewaan, boikot tersebut justru akan merugikan khalayak. Tanpa pajak tidak akan ada pembangunan infrastruktur hingga subsidi bagi masyarakat .

Pajak adalah sumber pendapatan negara. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, penerimaan pajak dipatok sebesar Rp2.021,22 triliun dari target total pendapatan negara sebesar Rp2.463 triliun. Hal ini berarti 82 persen keran utama pendapatan negara berasal dari penerimaan pajak.

Sama halnya dengan papan, sandang, dan pangan yang menjadi kebutuhan pokok manusia, Indonesia memiliki hal-hal primer untuk dipenuhi. Sebut saja pembangunan infrastruktur, keagamaan, pendidikan, bantuan sosial, anggaran kesehatan, dan masih banyak lagi. Dengan tidak membayar pajak, kita akan kehilangan pendapatan negara yang nantinya dapat memperlambat penyaluran fasilitas kepada golongan yang berhak menerimanya.

Mari berandai-andai. Alkisah di sebuah negara tanpa pajak, hiduplah seorang karyawan bergaji Rp5 juta per bulan. Ia dan istrinya yang tengah hamil tua tinggal dipinggiran ibu kota. Lumrahnya rumah tangga, ada pengeluaran bulanan untuk menjaga dapur tetap mengebul. Mulai dari listrik sebesar Rp300 ribu, 2 tabung gas elpiji 3kg sebesar Rp 116 ribu, 20 liter pertalite untuk kendaraan sebesar Rp280 ribu, persediaan bahan makanan sebesar Rp3 juta, serta kebutuhan lain-lain sebesar Rp1 juta. Pada malam tahun baru istrinya melahirkan secara sesar dengan biaya persalinan sebesar Rp7 juta. Hasilnya, total pengeluaran karyawan tersebut dalam setahun terbilang Rp65 juta lebih. Jika disandingkan dengan total penghasilan setahun sebesar Rp60 juta, maka hasilnya menjadi defisit.

Meskipun hanya fiksi, hikayat diatas benar-benar memuat harga kebutuhan hidup di Indonesia. Harga tersebut diperoleh jika pemberian subsidi atas konsumsi hal-hal primer dihilangkan. Penghapusan pajak sebagai istrumen penerimaan berimbas pada kemampuan negara dalam memberikan subsidi atas kebutuhan dasar rakyat menjadi renik. Mahal dan tidak masuk akal. 

Misalnya terkait konsumsi listrik, pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memberikan bantuan subsidi agar masyarakat bisa membayar tarif listrik lebih terjangkau. Subsidi tersebut diberikan kepada konsumen rumah tangga, rumah ibadah dan sekolah, serta kelompok bisnis dan industri berdasarkan kategori tertentu.

Penerima subsidi listrik terbesar pada tahun 2021 adalah 24,3 juta konsumen rumah tangga dengan daya listrik 450 VA dan 8,2 juta konsumen rumah tangga 900 VA. Subsidi yang diterima oleh konsumen rumah tangga tersebut mencapai Rp39,65 triliun atau 79,6 persen dari total subsidi listrik tahun anggaran 2021 sebesar Rp49,76 triliun. Rerata, konsumen rumah tangga daya 450 VA mendapatkan subsidi listrik sebesar Rp80.000 per konsumen per bulan, dan untuk konsumen rumah tangga daya 900 VA adalah rata-rata Rp90.000 per konsumen per bulan.

Beralih ke gas elpiji, pada 10 Juli 2022 Pertamina melakukan penyesuaian harga untuk elpiji nonsubsidi. Untuk kemasan tabung 3kg berwarna merah muda dipatok menjadi Rp58 ribu, hal ini tentu berbeda jauh dengan elpiji 3kg subsidi berwarna kuning yang rerata hanya dijual Rp20 ribu di toko kelontong dekat rumah. Untuk konsumsi bahan bakar minyak (BBM), pertalite sebagai jenis BBM bersubsidi yang seharusnya dijual Rp14 ribu per liter dapat diperoleh masyarakat dengan harga Rp10 ribu saja.

Tidak hanya kebutuhan energi dan gas alam saja, pemerintah juga memberikan subsidi dibidang layanan Kesehatan. Melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), pemerintah meyelenggarakan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi masyarakat. Biaya lahiran sesar dengan tarif Rp7 juta, dapat diberikan kepada peserta BPJS secara cuma-cuma. Begitupun dengan pelayanan lain yang masyarakat dapat klaim di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, bahkan praktik dokter gigi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun