Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru SLB Negeri Metro

Suka membaca, traveling, nonton film, menulis, ngobrol ngalur ngidul, suka makan masakan istri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Kyai Mim dan Sahara, Ketika Bijak Bukan Hanya dalam Imajinasi Semata

14 Oktober 2025   15:00 Diperbarui: 14 Oktober 2025   15:32 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Kyai Mim dan istri yang tengah berada dalam acara podcast bareng Deni Sumargo  (akurat.co)

Ada yang beberapa hari ini ramai di jagat media sosial, Kasus seorang Dosen di salah satu universitas di Malang, Jawa Timur serta mahasisiwi S3 yang juga bermukim--ngontrak di sebuah rumah di wilayah yang sama.

Kedua insan yang tengah bersitegang ini kedapatan adalah seorang Kyai, sang Kyai dikenal dengan sebutan Yai Mim. Sosok yang amat sederhana, santai, namun ternyata menurut netizen bukanlah orang sembarangan.

Lalu, siapa sosok yang tengah berseteru dengan sosok Kyai sekaligus dosen ini? Ialah Sahara, yang saat ini diketahui tengah berkuliah S3 dengan profesi keluarga memiliki jasa rental mobil pribadi. Yang menurut informasi yang beredar pula, kedua ini adalah bertetangga, tapi karena persoalan tanah yang dihibahkan kini menjadi sorotan dari berbagai pihak, bahkan sampai ke manca negara. 

Apa yang begitu membuat berita ini ramai di media sosial, hingga kedua belah pihak sama-sama menayangkan rekaman ponselnya demi membuktikan  siapa yang bersalah. 

Apakah murni karena persoalan tanah hibah yang disalah gunakan? Yang menurut berita pula, tanah yang seharusnya digunakan untuk fasilitas jalanan umum, nyatanya malah digunakan untuk urusan pribadi. 

Dan anehnya, ketika tanah itu sudah sama-sama disepakati untuk fasilitas umum, kini menjadi persoalan panjang yang menyeret kedua ke delik penghinaan dan pencemaran nama baik. Bahkan karena sudah melebar ke ranah publik, salah satu pihak kini mendapatkan serangan "cyber" dari para netizen yang mendukung Kyai Mim. 

Saya tidak berniat membela salah satunya, tapi bagaimana kejadian ini ditarik kembali ke ranah nilai-nilai sosial dan toleransi. Sebuah nilai yang terus diajarkan pada anak cucu serta generasi muda kita. Bagaimana kita mesti menjaga sikap untuk tidak "sekarepe dewe" atau berusaha memonopoli fasilitas yang seharusnya digunakan untuk kemaslahatan bersama.

Pertama, kita memang berbeda latar belakang, maka tak elok untuk menjadi sama

Pelajaran penting yang dapat saya tarik dari persoalan di atas adalah bahwa ada kecenderungan setiap orang untuk diperlakukan sama. Bahkan karena sikap yang dianggap arogan, pihak Sahara merasa memiliki kuasa karena mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat di wilayah itu. Maka, karena mendapatkan dukungan tersebut, sosok mahasiswi S3 ini merasa ia bisa mengatur segalanya, dan sudah barang tentu bisa melakukan apa yang diinginkan. Padahal dalam dunia yang beragam suku ini, sikap untuk menang sendiri bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan.

Seperti ketika ingin menggunakan fasilitas umum semisal jalanan desa, semestinya tidak semena-mena dan merasa memiliki kuasa atas jalanan itu. Bahkan sampai menganggap itu sebagai hak pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun