Omnibus Law seperti layaknya produk perudang-undangan yang sampai sejauh ini menyedot perhatian banyak kalangan. Di mana pihak-pihak yang berseberangan adalah pemerintah dan institusi legislatif dengan organisasi buruh yang mewakili suara-suara para buruh demi mendapatkan hak-haknya yang layak.Â
Pemerintah dan DPR begitu antusias untuk segera menelurkan produk perundang-undangan ini agar bisa segera menjadi kitab suci bagi pengelolaan ketenagakerjaan dan unsur-unsur lain yang melingkupinya. Yang tentu saja harapannya, tidak ada yang ingin dirugikan dengan lahirnya undang-undang ini.
Bagi perusahaan, mereka bisa membuka lapak usahanya di bumi nusantara tanpa ada hal-hal yang substantif mempersulit berdirinya perusahaan dengan mengikuti tata aturan yang berlaku.Â
Selain itu, ada sinergitas antara buruh selaku pemilik hak kesejahteraan yang sampai hari ini dianggap paling terdampak bagi perputaran roda perusahaan. Â Padahal pada prinsipnya, perusahaan dan karyawan (buruh) memiliki kepentingan yang sama mendapatkan hak-hak secara finansial.Â
Perusahaan ingin mengembangkan usaha tanpa aturan yang ribet dan menguntungkan, sedangkan para buruh ingin semua hak-haknya juga diapresiasi. Jangan sampai antara perusahaan dan pekerja ada tindakan yang saling merugikan atau mementingkan keuntungan perusaan atau karyawan saja, dengan konsekuensi masing-masing merasa dirugikan.
Dengan kata lain, sebagai produk legislasi seharusnya bisa menjadi bagian penting berdirinya keadilan yang merata bagi semua pihak, dan bukan sebaliknya sebagai sumber mengeruk keuntungan pribadi.Â
Pemerintah selalu pemilik kebijakan, akan selalu melihat win-win solution atas masalah yang muncul dibalik ditelurkannya undang-undang cipta kerja ini.
RUU Cipta Kerja melalui dialog yang alot, mengapa demo besar-besaran?
Menurut informasi yang berkembang, bahwa 8 Oktober 2020 Serikat Pekerja mengancam melakukan demo besar-besaran untuk menolak RUU Cipta Kerja ini.Â
Rencana demo besar-besaran ini akan dilakukan di Istana Negara, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan Gedung DPR RI. Sedangkan di daerah, rencananya dipusatkan di kantor Gubernur dan DPRD setempat. (mbakavy.com)
Kegiatan yang sungguh jauh sangat membahayakan karena akan menciptakan konflik yang lebih besar antara buruh dan perusahaan, serta buruh dengan pemerintah yang dianggap tidak melindungi rakyatnya. Meskipun hakekatnya pembahasan RUU CIpta Kerja ini sudah diujung final. Â Sebagaimana yang disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto: